Kamis, 23 Mei 2013

KERUNTUHAN BANI AHMAR/NASHR DI ANDALUSIA RI_SA

BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Granada mencapai puncak keemasannya di bawah pemerintahan Sultan Yusuf I Ibn Ismail I (733/1333-7551354) dan puteranya Muhammad V yang mendapat gelar al-Ghani Billah (755/1354-760-1359).  Granada  menjadi tempat perlindungan bagi orang-orang islam yang melarikan diri dari serangan orang-orang kristen.  Sepeninggal al-Ghani Billah, tidak ada lagi khalifah bani Ahmar yang setangguh para pendahulunya. Mereka lebih banyak tertarik untuk menikmati hasil jerih payah generasi sebelumnya, dan tidak tanggap pada setiap bahaya yang mengancam. 
Mendekati detik-detik keruntuhannya, kerajaan Bani Ahmar dibagi menjadi dua, yang satu sama lain bermusuhan. Pertama kerajaan berada di Ibukota Granada dan diperintah oleh Abu Abdillah Muhammad Ali Abu al-Hasan al Nashri (Sultan Granada terakhir). Kerajaan yang satunya lagi berkedudukan di Wadi’ ‘Asy, di perintah oleh pamannya, Abu Abdillah Muhammad yaitu Muhammad XII yang mendapat julukan al-Zaghall. Bani Ahmar melemah dan tidak lagi berdaya dalam menghadapi musuh-musuhnya. Mereka mulai mendapat kesulitan dan semakin terdesak. Karena terjadi perpecahan dari dalam dan adanya gerogotan dari luar, yaitu kekuatan Kristen yang terus meningkat untuk melawan kekuatan Islam di Negeri ini (Andalusia). Setelah melewati masa yang sangat panjang, sedikit demi sedikit kekuatan Islam dapat dipatahkan oleh kekuatan Kristen.
Upaya kerajaan Islam terakhir ini memperjuangkan pertahanannya dalam menghadapi serangan-serangan orang-orang Kristen Spanyol selama dua setengah abad lebih, pada akhirnya Bani Ahmar dapat ditaklukkan dan Spanyol Kristen berhasil menguasai Granada yang berpegunungan itu. Hal lain yang menarik bahwa Bani Ahmar menjadi kerajaan Islam terakhir di Andalusia dan runtuh akibat ulah para pemimpinnya sendiri yang tidak dapat bersatu dalam mempertahankan kerajaannya.
B.    RUMUSAN MASALAH
1.    Apa faktor penyebab runtuhnya Bani Ahmar?
2.    Siapa Para Penguasa Bani Ahmar hingga runtuh?
3.    Bagaimana Dampak Runtuhnya Bani Ahmar di Andalusia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Penyebab runtuhnya Bani Ahmar
a.    Perebutan Kekuasaan Antar Ahli Waris
Salah satu penyebab kerajaan islam terakhir di Granada ialah perebutan kekuasaaan yang tidak henti-hentinya dikalangan keluarga, sehingga terjadi persaingan yang tidak sehat diantara kalangan keluarga istana, baik itu berlaku curang atau dengan membunuh saingannya. Perebutan kekuasaaan antar keluarga kerajaan ini juga mulai terihat saat pemerintahan al Ghani Billah untuk pertama kalinya, karena sebelum al Ghani Billah berkuasa hingga tahun 1391M, ia sudah pernah berkuasa untuk pertama kali di Granada pada tahun 1354-1358M. Akan tetapi, karena usianya yang masih belia dan belum dewasa, maka dalam menjalankan pemerintahan diserahkan Panglima Besar Ridhwan dan Wazir Lisanuddin Al-Khatib di bawah pemerintahan dua tokoh ini terjadi kesewenang-wenangan, sehingga timbul pemberontakan dari saudaranya, Isma’il II pada tahun 1358M. Setelah dewasa, kemudian al Ghani Billah kembali berkuasa pada 1362 M hingga tahun 1391M dan mampu menata kembali suasana politik di Granada yang mulai nampak ricuh.
Kejayaan Bani Ahmar bertambah buruk setelah kematian Sultan al Ghani Billah pada 16 Januari 1391M pengganti-penggantinya dari Sultan yang lemah dan gagal mempertahankan kejayaan dalam menggabungkan diplomasi politik dan pengaturan militer. Kala itu juga mulai terjadi perebutan kekuasaan yang tidak henti-hentinya. Mereka lebih banyak tertarik untuk menikmati hasil jerih payah sebelumnya, dan tidak tanggap dengan bahaya yang setiap saat mengancam, baik dari luar maupun dari dalam. Ibnu Khaldun dalam teorinya mengatakan, bahwa kemakmuran yang telah dicapai pada masa keemasan cenderung menciptakan kebiasaan hidup mewah tanpa kerja keras. Sikap semacam ini melahirkan generasi berkualitas rendah, santai, dan lemah semangat. Akibatnya kejahatan dan kemerosotan moral merajalela dan melanda masyarakat, laksana penyakit kronis yang sulit disembuhkan.
Hal ini lah yang terjadi pada Bani Ahmar menjelang detik-detik keruntuhannya.meskipun Granada mengalami cobaan yang berat, berupa konflik internal dikalangan penguasa, bahkan sebagian keluarga kerajaan ada yang bekerja sama dengan penguasa kristen, serta fitnah dan pemberontakan terhadap raja-rajanya amoral dan tidak berkompeten, namun dalam berperang melawan Castille dan Aragon, Granada sering mendapatkan kemenangan.
        Ancaman dari Kaum Kristen yang sudah lama ingin menghancurkan Negara-negara Islam termasuk Daulat Bani ahmar
Oleh karena itu pada tahun 898H = 1413M kekuasaan Daulat Bani Ahmar di Spanyol (Granada) jatuh ketangan raja Kristen dan berakhirlah kekuasaan Daulat Islam di Spanyol.   Suatu hal yang perlu dipahami bahwa dengan beralihnya kekuasaan Islam kepada Kristen, maka punahlah panji-panji Islam di Spanyol.
Bahkan Umat Islam mengalami penindasan sehingga harus menerima Mahkamah Tafsis yaitu Pengadilan Darah, ketika menerima pengadilan daulat umat Islam disuruh memilih alternative yaitu :
a.    Orang Islam harus masuk Kristen
b.    Keluar dari Spanyol
c.    Rela mati dibunuh oleh raja Kristen
Dampak dari pengadilan darah ini ialah Spanyol yang terkenal sebagai pusat ilmu pengetahuan dan peradaban Islam, hanya enjadi kenangan sejarah, bahkan umat Islam meninggalkan Spanyol untuk mencari penghidupan yang lebih aman.





b.    Kecerobohan Para Sultan Terakhir Bani Ahmar
Keruntuhan Bani Ahmar di Granada dipercepat oleh kecerobohan Sultan ke 19 yaitu  Abu al Hasan. Ia sebenarnya seorang figur pemimpin yang kuat dan berani, namun pandangannya sempit dan kurang perhitungan.
Ia menolak membayar upeti kepada penguasa Spanyol Kristen dimana pembayaran itu telah disepakati sejak  Bani Ahmar berdiri. Penolakan pembayaran upeti dan perselisihan menjadi faktor yang dominan dalam mempercepat proses runtuhnya Bani Ahmar di Granada dari tangan kekuasaan Islam.
Sultan Abu al-Hasan menyulut permusuhan dengan menyerang wilayah Castille, sehingga tahun 1482 Ferdinand membuat kejutan dan merebut Emessa (suatu tempat di kaki pegunungan     Sierra de-Alhama) dan menjaga jalan masuk sebelah barat daya yang mengarah ke Granada. Abu Abdillah anak Abu al-Hasan betindak ceroboh dengan menyerang kota Lucena yang termasuk wilayah Castile, tempat ia dikalahkan dan ditawan. Abu al-Hasan kemudian menduduki lagi tahta Granada, dan memerintah hingga 1485. 
c.    Keterpencilan
Letak  Granada yang jauh dari Kerajaan Islam lainnya mengakibatkan tidak banyaknya dukungan yang didapatkan, kecuali dari Afrika Utara. Kitika itu Bani Ahmar bekerja sama dengan Bani Marin  di Afrika Utara untuk tetap mempertahankan Islam di bumi Andalus. Bani Marin berusaha memberikan bantuan kepada Bani Ahmar di Granada, agar Islam bisa diselamatkan dari tangan orang-orang Kristen Spanyol, namun sisi lain Bani Main tetap menjalankan perluasan wilayah ke bagian timur Afrika Utara. 
Dalam perjuangannya, Bani Marin juga kehabisan tenaga, sehingga posisinyapun terancam hancur. Selain bantuan dari Bani Marin di Afrika Utara, Bani Ahmar hanya dibantu oleh beberapa pasukan khusus kerajaan, karena dua kerajaan yaitu Castile dan Aragon selalu menyulut api fitnah dalam keluarga kerajaan. 
d.    Unifikasi  dan Inkuisisi  Kerajaan Kristen Spanyol
Pada abad ketiga belas banyak orang-orang Islam di seluruh Spanyol sudah menjadi penduduk yang takluk pada penguasa Kristen, namun mereka masih diizinkan untuk memakai hukum-hukumnya sendiri (Islam) dan masih tetap berada dalam agama Islam. Orang-orang Islam demikian ini disebut dengan Mudejar.  Oleh karena proses sejarah, maka orang-orang mudejar ini akhirnya lupa bahas arab dan sedikit banyak sudah terpengaruhi oleh kehidupan Kristen. 
Unifikasi Spanyol memang lamban, namun berjalan dengan pasti. Pada tahun 1469 terjadi perkawinan antara Ferdinand Raja Aragon dengan Isabella Ratu Castille. Ketika Raja Castille wafat 1474, Isabella dan Ferdinand menggantikannya sebagai penguasa bersama. Lima tahun kemudian, Ferdinand mewarisi Aragon, dan menjadikan Isabella sebagai penguasa bersama di Aragon juga. Perkawinan itu berarti menyatukan dua kerajaan untuk selamanya dan hal ini merupakan pertanda yang tidak baik bagi nasib kekuasaan umat Islam di Andalusia.  Dengan bersatunya dua kerajaan Kristen tersebut, maka kerajaan Kristen akan semakin kuat dan semakin besar peluangnya untuk merebut Granada. Para Sultan terakhir Bani Ahmar tidak dapat mengatasi bahaya yang semakin besar ini.
Pada tahun 1487 Ferdinand dan Isabella dapat merebut Malaga, tahun 1489 M menguasai Almeria dan tahun 1492 M adalah Granada.
Unifikasi tersebut disusul dengan berdirinya inkuisisi Spanyol tahun 1483. Sebenarnya inkuisisi initelah ada pada abad pertengahan tahun 1238 dan hanya beroperasi di Aragon saja. Tahun 1483, Ferdinand memperluas aktifitas lembaga ini ke seluruh Spanyol. Pengadilan inkuisisi ini diberi wilayah kewenangan yang mencakup seluruh Spanyol.
e.    Adanya Politik Adu Domba
Salah satu sebab runuhnya Bani Ahmar adalah karena adanya politik adu domba yang diterapkan oleh Kristen Spanyol untuk mencegah belah persatuan umat Islam. Banyak Amir yang meminta bantuan pada penguasa Kristen dalam melakukan perang sesama muslim. Hal ini justru dimanfaatkan oleh Kristen untuk melumpuhkan kekuatan kedua belah pihak. Politik adu domba itu terjadi pada pemerintahan Sultan Abu al-Hasan, ketika anaknya yang bernama Muhammad ‘Abdillah tidak terima dengan perlakuan ayahnya yang pilih kasih, dan menyerahkan tahtanya pada al-Zaghall sepupunya.
 Untuk menggulingkan posisi ayahnya tersebut Abu ‘Abdillah bersekutu dengan pihal Kristen Spanyol agar bisa membantunya merebut tahta di Granada. Akhirnya dengan bantuan satu pasukan dari Kristen, Abu ‘Abdillah berhsil menduduki tahta di Granada menjadikan dirinya raja di sana.
B.    Para Penguasa Bani Ahmar
Berikut ini nama – nama penguasa Bani Ahmar di Spanyol:
1.    Muhammad I Al-Ghalib disebut juga Ibn Ahmar 1230 – 1272,
2.    Muhammad II Al-Faqih 1272-1302,
3.     Muhammad III Al-Makhlu’ 1302-1308,
4.    Nashr 1308-1313,
5.     Ismail I 1313-1325,
6.    Muhammad IV 1325-1333, Yusuf I 1333-1354,
7.    Muhammad V Al-Ghani ke 1 1354-1359,
8.    Ismail II 1359-1360, Muhammad VI 1360-1362,
9.    Muhammad V Al-Ghani ke 2 1362-1391,
10.    Yusuf  II  1391-1395,
11.    Muhammad VII Al-Musta’in 1395-1407,
12.    Yusuf III  1407,
13.    Muhammad VIII Al-Mutamassik ke 1 1407-1419,
14.    Muhammad IX Al-Shagir ke 1 1419-1427,
15.     Muhammad VIII Al-Mutamassik ke 2 1427-1430,
16.    Muhammad IX Al-Shagir ke 2 1430-1432,
17.    Yusuf IV 1432,
18.    Muhammad IX Al-Shagir ke 3  1432-1445,
19.    Muhammad X Al-Ahnaf ke 1  1445,
20.     Yusuf V ke 1 1445,
21.    Muhammad X Al-Ahnaf ke 2 1446 – 1447,
22.     Muhammad IX Al-Shagir ke 4 1447-1451,
23.     Muhammad XI 1451-1453,
24.     Sa’ad Al- Musta’in  ke 1 1453-1462,
25.    Yusuf V ke 2 1462,
26.     Sa’ad Al- Musta’in  ke 2 1462-1464,
27.    Abu al-Hasan Ali, dikenali sebagai Muley Abu al-Hassan (1464-1482, 1483-1485)
28.    Abu 'Abd Allah Muhammad XII, dikenali sebagai Boabdil (1482-1483, 1486-1492)
29.    Abū `Abd Allāh Muhammad XIII, dikenali sebagai al-Zagal (1485-1486)
Tapi raja Muhammad XI ini tidak terkenal dalam pemerintahannya yang ke 2 sebagai raja Bani Ahmar yang terakhir karena memerintah selama beberapa bulan saja,  sebelum akhirnya di taklukan oleh pengikut-pengikut Raja Ferdinand V dan Ratu Isabella pada tanggal 2 Januari 1492. Berakhirlah  masa kekuasaan Islam di Spanyol.
C.    Dampak Runtuhnya Bani Ahmar di Andalusia

    Dampak Politik dan Ekonomi
Sejak penghujung abad ke- 15  masehi muncul dua kekuasaan maritim baru di dunia yaitu Portugal dan Spanyol. Mereka menjadi penguasa Kristen yang saling bersaing untuk memperebutkan kekuasaan. Persaingan itu makin memuncak setelah runtuhnya Bani Ahmar, dan membawa dampak politik yang sangat mencolok di Andalusia. Sekitar tahun 1494 M terjadi perebutan kekuasaan wilayah pesisir Barat Afrika antara Kerajaan Kristen Portugis dan Spanyol itu.
Agar konflik itu tidak berlarut-larut antar kedua kekuasaan Katholik tersebut, Paus Alexander VI (1492-1503 M) dari Vatikan berusaha menengahi konflik tersebut.
Dari segi ekonomi setelah runtuhnya Bani Ahmar memang tidak teratur lagi. Meski dari segi ekonomi terlihat morat-marit dan tidak menentu, namun warga Morisco yang masih tersisa, baik yang di Spanyol maupun diluar Spanyol tetap berusaha bertahan hidup dengan makan yang seadanya. Bahkan dalam keadaan perekonomiannya yang berantakan itu, mereka masih mempertahankan perekonomiannya. Warga Morisco dikenal dengan cara kerjanya yang tekun, berbeda dengan Kristen Spanyol yang hidup di masa mereka. Pada tanggal 12 September 1502 M dikeluarkan dekrit kerajaan, yang isinya melarang kaum Muslimin menjual harta bendanya sebelum dua tahun. Mereka hanya diperbolehkan meninggalkan Castilia dan mengungsi ke Aragon dan Portugis.
Mengenai keputusan Kerajaan ini lebih lanjut dijelaskan pada dampak sosial, karena apa yang dilakukan oleh penguasa Kristen terhadap orang-orang Islam yang tersisa sangat erat kaitannya dengan dampak sosial. Menurut pendataan para sejarawan, sebanyak kurang lebih tiga juta kaum Muslimin dibantai, dibakar hidup-hidup, disiksa secara kejam, setelah jatuhnya Granada. Kaum Muslimin menjadi berantakan, sehingga pertanian, perindustrian dan perdagangan hancur lebur karena ditinggal para ahlinya. 
    Dampak Sosial
Setelah runtuhnya Bani Ahmar, tidak ada lagi kerajaan Islam yang berkuasa di Andalusia, akan tetapi masih tersisa orang-orang Islam yang tinggal disana disebut dengan  Morisco. Beberapa saat sebelum Bani Ahmar menyerahkan Granada ke tangan penguasa Kristen, terdapat kesepakatan antara kerajaan Islam dan Kristen. Dalam beberapa tahun setelah runtuhnya Bani Ahmar, memang tercipta kedamaian yang relatif di negeri itu antara orang Morisco dan Kristen Spanyol.
 Dilain pihak, Hernando de Tavalera uskup besar Granada yang baru berusaha untuk membuat orang-orang Morisco berpindah agama dengan cara damai.  Meskipun demikian, usahakan tidak membuahkan hasil karena mereka tidak mau pindah agama. Merasa usahanya tidak berhasil, akhirnya satu-persatu perjanjian yang telah disepakati sebelumnya dilanggar sendiri oleh pihak Gereja.
Pada awal tahun 1501 M, dikeluarkan dekrit Kerajaan yang bersembunyi, bahwa semua Muslim di Castille dan Leon harus memeluk agama Kristen, atau kalau tidak mereka harus meninggalkan Spanyol.  Dengan demikian, komunitas Muslim di Spanyol berhasil diceraiberaikan dalam waktu yang sangat singkat, dan pemberontakan yang sempat  dilakukan kaum Muslim di Granada.
Operasi kedua dilancarkan di Granada dan menyebar sampai ke wilayah pegunungan di sekitarnya, tetapi kemudian dihentikan. Perintah pengusiran terakhir ditandatangani oleh Phillip III pada tahun 1609 M, yang mengakibatkan deportase en masse  secara paksa atau hampir semua Muslim di dataran Spanyol di usir.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari penjelasan sebelumnya dapat diambil kesimpulan yaitu:
Pertama, sekitar tahun 1391 M pada akhir masa kekuasaan Sultan al Ghani Billah, kondisi Bani Ahmar mulai tidak stabil. Ketika itu tidak ada lagi khalifat Bani Ahmar yang cakap dan setangguh para pendahulunya. Mereka lebih tertarik untuk menikmati hasil jerih payah para pendahulunya tersebut, karena mereka sudah puas dengan apa yang mereka dapatkan.
Kedua, walau begitu banyak para penguasa Bani Ahmar namun tidak mempunyai kecakapan dalam menjalankan tugasnya sebagai penguasa sehingga pada penguasa terakhir di taklukkan oleh para pengikut-pengikut Raja Ferdinand.
Ketiga, Setelah Bani Ahmar menyerah terjadi perubahan dan dampak yang sangat besar di Andalusia khususnya Granada baik dalam bidang politik ekonomi, sosial maupun lainnya. Namun bukan hanya itu, runtuhnya Bani Ahmar pula membawa dampak buruk bagi peradaban di Andalusia. Buku-buku yang terkait dengan Islam di tarik dan dibakar oleh Gereja, Banyak Ilmuwan yang ditawan dan di Manfaatkan untuk menterjemahkan buku-buku tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
    Philip K. Hitti,History of The Arabs; From The Earliest Times to The Present  trj. R. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Slamet Riyadi,(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2010)
    Muin Umar, Islam di Spanyol, (Yogyakarta: IAIN, 1975)
    Himayah. Kebangkitan Islam
    Malik. “Granada”
    Zulkarnaini.blogspot.com. ISLAM DI ANDALUSIA (SPANYOL)
    Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam (Jakarta: Grafindo Persada, 1979), hlm 402.
    //id.wikipedia.org  Umar, Islam di Spanyol, hlm.  42.
    Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Penerbit Kencana, 2003), hlm. 122-123.
    Thomson dan ‘Ata ‘Ur Rahim, Islam Andalusia, hlm. 145-146.
    Bosworth. C.E, The Islamic Dynasties, terj. Ilyas Hasan, (Bandung, Mizan 1993), hal 39-40
    Sou’yb, Kekuasaan Islam, hlm. 262.
    Muhammad Ali Quthub, Fakta Pembantaian Muslimin di Andalusia, Terj. Musthafa Mahdamy (Solo: Pustaka Mantiq, 1990), hlm. 43.

1 komentar:

  1. bagus, namun terlalu banyak referensi antum yang dari barat dan buku indonesia.
    ana belum lihat dicantumkan kitab kiba sejarah klasik islam ( turosiya )

    ini saran aja

    BalasHapus