BAB I
PENDAHULUAN
Sejak runtuhnya
Dinasti Bani Umayyah, maka kepemimpinan Islam digantikan oleh Dinasti Bani
Abbasiyah. Dinamakan Abbasiyah karena para pendiri serta para khalifah dinasti
ini merupakan keturunan dari Al-Abbas
yang merupakan paman Nabi Muhammad SAW.
Dalam makalah ini akan membahas
beberapa masalah yang berkaitan tentang Dinasti Bani Abbasiyah,antara lain :
A. Awal
berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
B. Sistem
pemerintahan Dinasti Bani Abbasiyah
C. Perkembangan
kebudayaan dan pemikiran Islam pada masa Dinasti Bani Abbasiyah
D. Dinasti-dinasti
yang memerdekakan diri
E. Faktor-faktor
penyebab kemunduran dan akhir dari kekuasaan Dinasti Bani Abbasiyah
Yang
diharapkan akan memberikan informasi tentang Dinasti Bani Abbasiyah,sehingga
pembaca dapat mengambil ibrah dari sejarah Dinasti ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Awal Berdirinya Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah berkuasa melanjutkan
dinasti sebelumnya, yakni Dinasti Bani Umayyah. Dinamakan Khilafah Abbasiyah
karena para pendiri serta penguasa dinasti ini merupakan keturunan Al-Abbas
paman Nabi Muhammad SAW. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah Al-Saffah
ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abbas. Dia dilahirkan di Humamah pada tahun 104H. Dia dilantik menjadi
Khalifah pada tanggal 3 Rabiul awwal 132H.[1]
Sebelum daulah Abbasiyah berdiri,
terdapat 3 tempat yang menjadi pusat kegiatan kelompok Bani Abbas. Tiga tempat
itu adalah Humamah, Kufah dak Khurasan.
Humamah merupakan kota kecil dekat
Damsyik. Humamah merupakan tempat keluarga Bani Hasyim bermukim, baik dari
kalangan Ali maupun pendukung keluarga
Abbas. Kufah merupakan kota yang penduduknya menganut aliran Syi’ah pendukung
Ali bin Ali Thalib. Mereka secara terang-terangan bermusuhan dengan golongan
Bani Umayyah. Sedangkan Khurasan merupakan kota yang penduduknya mendukung Bani
Hasyim.
Kekuasaan
Dinasti Abbasiyah berlangsung dalam rentang waktu yang panjang, dari tahun
132H(750M) s.d. 656H (1258M). Selama dinasti ini berkuasa, pola yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik,sosial dan budaya. Berdasarkan
perubahan pola pemerintahan dan politik itu, para sejarawan membagi masa
pemerintahan Bani Abbasiyah menjadi lima periode: [2]
1. Periode
Pertama (132H/750M – 232H/847M), disebut periode pengaruh Persia pertama.
2. Periode
Kedua (232H/847M – 334H/945M), disebut masa pengaruh Turki pertama
3. Periode
Ketiga (334H/945M – 447H/1055M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan Khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
Kedua.
4. Periode
keempat(447H/1055M – 590H/1194M), masa kekuasaan dinasti Bani Saljuk dalam
pemerintahan Khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan masa pengaruh
Turki Kedua.
5. Periode
Kelima (590H/1194M – 656H/1258M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tapi kekuasaan hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Pada
periode Pertama, pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Secara
politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama sekaligus. kemakmuran masyarakat mencapai tingkat
tertinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam.
Pemerintahan
Abu Al-Abbas sebagai pendiri dinasti ini sangat singkat yaitu dari tahun 750M
sampai 754M. Oleh karena itu, pemerintahan sebenarnya dari daulah Abbasiyah
adalah Abu Ja’far Al-Manshur(754-775M). Untuk mengamankan kekuaaannya, selain
menekan lawan-lawannya dari Bani Umayyah, Khawarij, serta Syi’ah, Abu Ja’far
Al-Manshur juga mengamankan kekuasaannya dari para tokoh besar yang dianggap
sebagai pesaingnya. Abdullah bin Ali dan Shalih bin Ali, keduanya merupakan
pamannya sendiri yang menjadi gubernur di Syiria dan Mesir. Namun karena tidak
bersedia membaiatnya, kemudian Abu Ja’far memerintahkan Abu Muslim Al-Khurasani
untuk membunuh keduanya. Namun selanjutnya Abu Muslim Al-Khurasani juga di
hukum mati karena dikahwatirkan akan menjadi pesaingnya.
Awalnya
ibu kota negara adalah Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Namun Al-Manshur memindahkan
Ibu kota Negara ke kota Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia untuk menjaga
stabilitas negara. Pada tahun 762M, Al-Manshur melakukan konsolidasi dan
penertiban pemerintahannya di ibu kota yang baru ini.
B.
Sistem
Pemerintahan
Pada
zaman Abbasiyah konsep khalifah berkembang sebagai sistem politik. Al-Manshur
mengartikan khalifah adalah berasal dari Allah, bukan dari rakyat sebagaimana
dipublikasikan oleh Abu Bakar dan Umar pada zaman khulafaurrasyidin. Selain itu
pada masa pemerintahan Abbasiyah juga memakai “gelar tahta”, seperti Al-Manshur
adalah gelar tahta dari Abu Ja’far, yang pada perkembangannya nama tersebut
lebih popular daripada nama aslinya.
Pola
pemerintahan yang diterapkan pada zaman Abbasiyah antara lain:
a.) Para
khalifah tetap keturunan Arab, namun untuk menteri, panglima, Gubernur serta
para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
b.)
Kota Baghdad
digunakan sebagai ibu kota Negara, yang kemudian menjadi pusat kegiatan
politik, ekonomi, sosial dan kebudayaan.
c.) Ilmu
pengetahuan dianggap sangat penting dan kebebasan berfikir merupakan hak asasi
manusia yang mendapatkan pengakuan sepenuhnya.
Puncak
keemasan dari dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudah Abu Al-Abbas dan
Abu Ja’far Al-Manshur yaitu Al-Mahdi (775-785M), Al-Hadi (785-786M ), Harun
Al-Rasyid (786-809M), Al-ma’mun (813-833M), Al-Mu’tashim (833-842M), Al-Wasiq
(842-847M), dan Al-Mutawakkil (847-861M). Namun puncak kejayaan pada zaman
khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Ma’mun. Pada masa itu kekayaan
dimanfaatkan untuk kepentingan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan dokter
dan farmasi didirikan. Saat itu terdapat sekitar 800 dokter.
Dibidang pertahanan , para Khalifah
Abbasiyah mengantisipasi akan adanya gangguan dari pemberontak dengan berbagai
tindakan yaitu: tindakan keras terhadap Bani Umayah dan pengutamaan orang-orang
keturunan Persia. Dalam menjalankan pemerintahan, Khalifah Abbasiyah dibantu
oleh seorang wazir (perdana mentri) serta jabatannya disebut dengan wizarat.
Wizarat dibagi menjadi 2: [3]
1) Wizaraat
tanfiz (pemerintahan presidentil), yaitu wazir hanya sebagai pembantu khalifah
dan bekerja atas nama khalifah
2)
Wizaraatut
tafwidl (parlemen kabinet), wazir berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan
dan khalifah hanya sebagai lambang saja.
C. Perkembangan
Kebudayaan dan Pemikiran Islam
Puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran islam
terjadi pada masa pemerintahan bani Abbas. Dalam bidang pendidikan, lembaga
pendidikan sudah mulai ada di awal Islam dengan membagi lembaga pendidikan
menjadi dua tingkatan, yaitu:
1. Maktab/Kuttab dan
masjid. Yaitu lembaga pendidikan terendah
2. Tingkat
pendalaman. Para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah
untuk menuntut ilmu kepada orang yang ahli dalam bidangnya.
Kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kebudayaan serta kesusastraan mengalami masa keemasannya. Khalifah
Al-ma’mun dikenal sangat cinta kepada ilmu. Pada masa pemerintahannya,
digalakkan penterjemahan buku-buku asing. Perpustakaan pada masa itu merupakan
sebuah universitas. Sekolahan banyak didirikan dan karya besarnya yang
terpenting adalah pembangunan baitul
Hikmah, yang fungsinya sebagai perguruan tinggi dengan perpustakaan yang
besar.
Gerakan
peterjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama, pada masa khalifah
Al-Manshur hingga Harun Al-Rasyid. Pada fase ini banyak diterjemahkan karya
dalam bidang astronomi dan manthiq.
Fase kedua, pada masa Al-Ma’mun Hingga 300H. Buku yang diterjemah adalah dalam
bidang filsafat dan kedokteran. Fase ketiga berlangsung setelah tahun 300H
terutama setelah adanya pembuatan kertas. Bidang ilmu yang diterjemah semakin
meluas.
Imam-imam
madzhab empat hidup pada pemerintahan Abbasiyah pertama. Imam Abu hanifah
(700-767M), mazhab ini lebih menggunakan pemikiran rasional karena pendapat-pendapatnya
dipegaruhi oleh perkembangan di Kufah yang berada di tengah kebudayaan Persia.
Sedangkan Imam malik (713-795M) banyak menggunakan hadits dan tradisi
masyarakat Madinah. Sedangkan yang penjadi penengah antara pendapat dua imam
sebelumnya adalah Imam Syafi’I (767-820M) dan Imam Ahmad ibn Hanbal (780-855M).
Teologi
rasional Mu’tazilah berkembang dan sempurna dirumuskan pada masa periode awal
pemerintahan Abbasiyah. Tokoh perumus pemikiran Mu’tazilah adalah Abu Al-Huzail
Al-Allaf dan Al-Nazzam. Selain itu, Asy’ariyah yang merupakan aliran
tradisional dibidang teologi juga lahir pada masa pemerintahan Abbasiyah.
Pemikiran Asy’ariyah dipengaruhi oleh logika yunani karena Al-Asy’ari pada
awalnya adalah pengikut Mu’tazilah.
Selain
perkembangan ilmu pengetahuan, dinasti Abbasiyah juga melakukan perluasan
wilayah dakwah Islamiyah. Perluasan wilayah tersebut tidak hanya dipimpin oleh
perwira dari Arab melainkan ada perwira yang dari keturunan Barbar, seperti
Thariq bin Ziyad. Dalam perluasan wilayah, dinasti Abbasiyah hanya membina
wilayah-wilayah yang telah ditaklukan oleh dinasti sebelumnya.
Setelah
berhasil menaklukan wilayah Afrika Utara, penaklukan dilanjutkan ke wilayah lain
dan dengan dipimpin oleh Thariq bin Ziyad, akhirnya Andalusia berhasil dikuasai
oleh Bani Abbas dalam kurun waktu kurang dari setengah abad.
D.
Dinasti-Dinasti
Yang Memerdekakan Diri
Disintegrasi
sebenarnya sudah mulai terjadi pada akhir zaman Umayyah. Pada zaman Abbasiyah,
kekuasaan dinasti ini tidak pernah diakui oleh islam diwilayah Spanyol dan
Afrika utara, kecuali Mesir. Banyak wilayah yang tidak dikuasai Khalifah.
Hubungan daerah dengan khalifah ditandai dengan pembayaran upeti. Ada
kemungkinan bahwa penguasa bani Abbas sudah cukup puas dengan pengakuan nominal
dari propinsi. Alasannya adalah, pertama,
mungkin khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk. Kedua, penguasa Bani Abbas lebih
menitikberatkan pembinaan peradaban dan kebudayaan daripada politik dan
ekspansi. [4]
Kebijakan
tersebut mengakibatkan lepasnya beberapa propinsi di pinggiran dari genggaman Bani Abbasiyah. Dinasti yang
melepaskan diri dari kekuasaan Abbasiyah diantaranya:
1. Berbangsa
Persia
Thahariyah di Khurasan, Shafariyah
di Fars, Samaniyah di Transoxania, Sajiyyah di Azerbaijan, Buwaihiyyah, bahkan
dinasti ini menguasai Baghdad.
2. Berbangsa
Turki
Thuluniyah di
Mesir, Ikhsyidiyah di Turkistan, Ghaznawiyah di Afganistan, Dinasti Saljuk
3. Berbangsa
Kurdi
Al-Barzuqani,
Abu Ali, Ayubiyah
4. Berbangsa
Arab
Idrisiyyah di
Maroko, Aghlabiyah di Tunisia, Dulafiyah di Kurdistan, Alawiyah di Tabaristan,
Hamdaniyyah di Allepo dan
maushil, Mazyadiyyah di Hillah, Ukailiyyah di Maushil, Mirdasiyyah di Aleppo
5. Yang
mengakui dirinya sebagai Khalifah:
a. Umawiyah
di Spanyol
b. Fathimiyah
diMesir.
E. Kemunduran dan
Akhir Kekuasaan Dinasti Abbasiyah
1. Faktor-faktor
yang menyebabkan kemunduran dinasti Abbasiyah
a. Faktor
internal
Ø Persaingan
antar Bangsa
Dinasti
Abbasiyah terdiri dari beberapa bangsa dan kecendrungan masing-masing bangsa
untuk mendominsai kekuasaan sudah dirasa sejak awal mula berdirinya dinasti
Abbasiyah. Inilah yang kemudian menjadi salah satu penyebab stabilitas politik kurang
terjaga.
Ø Konflik
Keagamaan
Konflik
yang melatarbelakangi agama tidak hanya terbatas pada konflik antara muslim dan
kafir atau Ahlussunah dengan Syi’ah saja, melainkan juga antar aliran dalam Islam.
Ø Kemrosotan
Ekonomi
Kondisi politik yang kurang stabil
mengakibatkan perekonomian Negara yang morat-marit karena pemerintahan harus
memberikan porsi ekstra untuk anggaran pertahanan. Otomatis ketika kondisi
perekonomian buruk mengakibatkan lemahnya kekuatan politik Dinasti Abbasiyah.
Faktor ekonomi dan politik ini sangat berkaitan.
Ø Perkembangan Peradaban dan kebudayaan
Kemajuan pesat yang dicapai dinasti
Abbasiyah pada periode pertama telah mendorong para penguasa untuk hidup mewah.
Gaya hidup mewah-mewahan ini kemudian ditiru oleh para hartawan dan anak-anak
pejabat sehingga roda pemerintahan terganggu dan rakyat menjadi miskin.
b. Faktor Eksternal
è Perang Salib
Perang salib berlangsung beberapa
gelombang dan akibat dari perang ini banyak menelan korban. Perhatian
pemerintah Abbasiyah terpecah untuk menghadapi para tentara salib sehingga
memunculkan kelemahan-kelemahan.
è Serangan Bangsa Mongol
Serangan dari bangsa Mongol menyebabkan
kekuatan Islam menjadi lemah. Dan serangan dari Hulaghu Khan dengan pasukannya
menyebabkan kekuasaan Abbasiyah melemah hingga akhirnya menyerah kepada kekuatan
Mongol.
2. Akhir kekuasaan Dinasti Abbasiyah
Serangan
yang dilakukan oleh Hulaghu Khan dengan pasukannya menjadi sebab berakhirnya
kekuasaan dinasti Abbasiyah, terlebih ketika kota Baghdad dihancurkan oleh
tentara Mongol tersebut pada tahun 656H/1258M. Baghdad dibumihanguskan dan
diratakan dengan tanah. Khalifah yang terakhir (Al-Mu’tashim Billah) di bunuh
dan buku-buku koleksi Baitul Hikmah dibakar dan dibuang ke sungai Tigris
sehingga warna airnya berubah menjadi hitam kelam karena lunturan tinta yang
ada pada buku tersebut.
Akibat
serangan tersebut maka lenyaplah kekuasaan Dinasti Abbasiyah yang telah
memainkan peran penting dalam peradaban dan kebudayaan islam.
BAB III
KESIMPULAN
Dinasti Bani Abbas berhasil memerankan
peran penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan serta peradaban. Dinasti ini dapat
bertahan hingga lima abad lamanya (749M-1258M) dengan dipimpin oleh 37
khalifah. Keberhasilannya merupakan bukti kejayaan islam saat itu. Ilmu
pengetahuan sangat maju pesat, gerakan penterjemahan teks berbahasa asing
digalakkan serta pemerintahan terbuka bukan hanya dipegang oleh orang arab
saja.
Keberhasilan dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan dan kebudayaan ternyata tidak diimbangi dengan keberhasilan
dibidang lain, yakni pertahanan dan politik. Kedua hal tersebut kemudian yang
menyebabkan kehancuran dinasti Abbasiyah pada tahun 1258M atas serangan yang
dilakukan oleh bangsa Mongol dibawah pimpinan Hulaghu Khan.
DAFTAR PUSTAKA
Mubasyaroh.
Sejarah dakwah. Kudus: NORA MEDIA
ENTERPRISE. 2010.
Yatim, Badri. Dr., M.A. Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah
II. Jakarta: RAJAWALI PERS. 2010.
Drs. Samsul Munir Amin. Sejarah
Peradaban Islam. Jakarta: AMZAH. 2010.
[1] Mubasyaroh. Sejarah dakwah. (Kudus:
NORA MEDIA ENTERPRISE. 2010), hlm. 66
[2] Yatim, Badri. Dr., M.A. Sejarah
Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II. (Jakarta: RAJAWALI PERS. 2010), hlm. 49
[3] Mubasyaroh. Sejarah dakwah. (Kudus:
NORA MEDIA ENTERPRISE. 2010), hlm. 69
[4] Drs. Samsul Munir Amin. Sejarah
Peradaban Islam. (Jakarta: AMZAH. 2010), hlm. 153
Tidak ada komentar:
Posting Komentar