Kamis, 16 Mei 2013

DINASTI AYYUBIYAH DAN DINASTI MAMLUK


DINASTI AYYUBIYAH DAN DINASTI MAMLUK

BAB 1
PENDAHULUAN

Ketika kita membaca tentang sejarah islam, maka kita akan menemukan tentang Dinasti-dinasti islam yang berperan dalam pembentukan suatu peradaban islam baik pada masa klasik maupun pertengahan. Dari  awal dinasti pertama muncul yaitu dinasti Umayyah, Abbasiyah, Fathimiyah, Ayyubiyah, hingga Turki Utsmani dinasti terakhir islam. Setiap dinasti–dinasti tesebut telah memberikan suatu andil yang sangat berarti, memberikan peran penting demi tersambungnya suatu peradaban islam, seperti dalam bidang pendidikan, politik, kesenian, kebudayaan, bangunan dan lain-lain.
Salah satu yang akan di  bahas pada makalah ini adalah dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah mulai dari sebab musabab adanya, berdirinya, perkembangannya, para pemimpin yang berkuasanya, berbagai prestasi yang telah diraih, perjuangannya, sebab-sebab kemajuan, kemunduran hingga kehancurannya.
Di harapkan setelah membaca makalah, pembaca dapat mengetahui tentang sejarah dan peran andil dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyyah terhadap islam, serta dapat mengambil ibrah/pelajaran dari apa yang telah terjadi pada Dinasti Ayyubiyah dan Mamlukuyah untuk masa depan yang lebih baik.

BAB 2
PEMBAHASAN

1.      DINASTI AYYUBIYAH

A. Berdirinya Dinasti Ayyubiyah
Salahuddin al ayyubui, bapak dari dinasti ini berasal dari suku kurdi hadzbani, meskipun keluarga ini tampaknya telah banyak ter-turki-kan berkat pengabdian mereka sebagai serdadu turki. Panglima turki di mosul dan aleppo, Zangi ibn sanqur banyak selaki mengambil dari suku kurdi yang suka beperang sebagai abdinya, termasuk pada tahun 532 H/1138 M Salahuddin al ayyubi dan ta lama kemudian saudaranya syirkuh mengabdi pada putera Zangki yang bernama Nurudin. Pada tahun 564 H/1169 M syirkuh menguasai mesir, tetapi meninggal tak lama kemudian, dan kemenakannya salahuddin diakui oleh tentara sebagai penggantinya.
Karenanya Salahuddin adalah pendiri dinasti Ayyubiyah. Dia menghapuskan jejak-   jejak terakhir kekuasaan Fathimiah di Mesir dan mempromosikan di bekas wilayah kekuasaan Fathimiyyah suatu kebijaksanaan pendidikan dan keagamaan sunni yang kuat. Kemenangan ayyubiyah di bekas wilayah fatimiyyah menyempurnakan arah reaksi sunni ortodok di bawah seljuk telah menyebabkan tumbanggnya syi’isme politis di bekas wilayah buwihiyah. Aspek lain dari kebikaksaan salahudin adalah melancarkan jihad terhadap tentara-tentara salib, suatu kebijakanaan membuat antusiasme islam bersatu di belakangnya dan membuat dirinya mampu mempersatukan tentara turki kurdi dan arab di jalan yang sama. Dengan kemenanga haththin pada tahun 583 H/1187M, kota suci Yerusalem sekali lagi menjadi muslim setelah 80 tahun, dan orang-orang Frank tersingkirkan meskipun hanya untuk sementara, dan hampir smua milik mereka kecuali untuk beberapa kota pantai[1].
Keberhasilan salahuddin di mesir mendorongnya menjadi penguasa otonom. Dalam mengkosolidasikan kekuatannya, ia banyak memanfaatkan keluarganya untuk ekspansi ke wilayah lain, seperti turansyah, saudaranya di kirim untuk menguasai Yaman 1173 M. Taqiyuddin, keponakannya di setting untuk melawan tentara salib yang menduduku Dimyat. Sedang Syihabuddin, pamannya, untuk menduduki Mesir hulu (Nubia). Kematian Nurudin 1174 M menjadikan posisi Salahuddin semakin kuat, yang akhirnya memudahkan penaklukan Syiria, termasuk Damaskus, Aleppo dan Mosul, akhirnya pada tahun 1175 M, ia diakui sebagai sultan atas Mesir oleh khalifah Abbasiyah[2].

B. Para Sultan Dinasti Ayyubiyah Dan Perjuangnnya

 1. Salahuddin Al Ayubi
 Di masa pemerintahan Salahuddin, ia membina kekuatan militer yang tangguh dan perekonomian yang berkerja sama dengan pengasa muslim di kawasan lain. Ia juga membangun benteng kota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukuit Mukattam. Pasukannya juga diperkuat oleh pasukan Barbar, Turki dan Afrika. Disamping digalakan perdagangan dengan kota-kota di laut tengah, lautan Hindia dan menyemournakan sistem perpajakan. Atas dasar inilah, ia melancarkan gerakan ofensif guna merebut Al-Quds (Yerusalem) dari tangan tentara Salib yang dipimpin oleh Guy de Lusignan di Hittin, dan menguasai Yerusalem pada tahun 1187 M. Inipun tetap ta merubah kedudukan Salahuddin, sampai akhirnya Richard membuat perjanjian genjetan senjata yang di manfaatkannya untuk menguasai kota Acre[3].
Saladin merupakan pemimpin bangsa Arab yang tidak tertandingi egara-negara yang terbentang dari pegunungan Kurdistan sampai ke padang pasir Libiyan. Raja Georgia an Armenia dan Sultan Koniya dan bahakn kaisar Constantinipel menuntut penggabungan. Peperangan-peperangan panjang dan ketaatannya yang kendor terhadap kepercayaanya sangat berpengaruh dalam kesehatannya, pada tahun 1199 M dia meninggal dunia di Damaskus, kira-kira 6 bulan setelah perdamayan Ramleh[4].

2. Adil
Saladin digantikan oleh saudaranya, Adil. Orang-orang salib sekarang menyadari bahwa Mesir merupakan bagian yang sangat penting sekali dari dari negara besar Arab dan bahwa penduduknya pasti mudah menundukan Paletina ketangan mereka[5].
Maka dari itu Raja Palestina Jean di Brienne, memupuk pasukan untuk menyerang dan mengambil salah satu daerah yang di kuasai islam yaitu Daimeta, pasukan Ayyubiyah mengalami kekalahan meski telah berjuang dengan keras, serbuan yang ganas dari orang-orang Salib membuat pasukan islam dipaka untuk menyerah, kejadian ini terjadi pada tahun 1218 M. Namun walaupun dwnikian Sutan Adil telah berhasil mengkonsulidasikan negara besar yang di wariskan oleg Saladin padanya. Semanjak remaja ia telah menghabiskan masanya untuk menjabat di pemerintahan menjadi Gubernur seperti di Damascus, Edessa, Haran, Mayyafariqin dan Yaman. Ia meninggal dunia pada tahun 1210 M karena sakit.

3.Kamil
Setelah Sultan Adil meninggal, ia mewariskan pemerintahannya pada anaknya Al-Kamil. Sultan Ayyubiyah yang baru ini memiliki banyak sifat-sifat yang sama dengan ayahnya. Dia adalah seorang perajurit pemberani dan gagah perkasa juga diplomat berbakat. Tindakan pertama yang diambil oleh Al-Kamil saat pemerintahannya adalah merebut kembali Daimeta dari orang-orang salib. Daimeta pun dapat di rebut dengan hasil perjanjian selama 8 tahun dengan orang-orang salib harus pergi dari daerah Mesir.
Di bawah pemerintahan Kamil Mesir mengalami kemajuan pesat. Dia mengembangkan sistem irigasi, memperluas terusan-terusan dan mendirikan tanggul-tanggul untuk meyakinkan keselamatan para pelancong. Dia mendirikan benteng di Kairo dan lembaga-lembaga pendidikan seperti Darul Hadits atau sekolah tinggi Kamiliyah (Kamiliyah college). Ibnu Khlallikan menggambarkan tentang dia, ”Al Kamil mencintai ilmu pengetahuan masyarakat sarjana, dia adalah seorang muslim bijaksana, soleh dan merupakan pelindung besar bagi para sarjana”[6].

 4. Adil 2, Salib Ayyub dan Shajar al-Durr
Kamil meninggal dunia pada tahun 635 H/1238 M. Pemimpin-pemimpin Ayyubiyah Mesir memproklamirkan anaknya, Abu bakar sebagai Sultan Ayyubiyah dan memberinya galar Adil 2. Saudaranya Salih Ayyub, yang ayahnya mengirimnya ke benteng Kiva di sebelah barat sungai Tigris menolak pemerintahannya dan berjalan menuju Mesir. Nasir, penguasa al-Karak, menghukumnya dalam penjara kurungan, tetapi segera membebaskannya. Dia membuat persekutuan dengan Salih dan Syria menjadi daerah kekuasaan Mesir[7].
Masa pemerintahan Adil 2 hanya bertahan tidak lebih dari 3 tahun. Pemerintahannya digulingkan oleh saudaranya sendiri Salih Ayyub, dengan perlawanan dari budak-budaknya terhadap Adil 2 akhirnya Salih Ayyub diproklamirkan menjadi Sultan Mesir pada tahun 637 H/1240 M.
Selama pemerintahan Salih Ayyub, raja perancis banyak mengirimkan ekspedisi perang terhadap Mesir, Salih Ayyub yang saat itu memiliki para perajurit mamluk (budak belian) yang terlatih berhasil mengalahkan secara total pasukan Perancis ini, meski saat itu sultan Salih Ayyub sedang mengalami sakit. Saat itu Sultan Salih Ayyub meninggal dan istrinya Shajar al-Durr menyenbunyikan kematian suamunya ini agar semangat umat muslim tidak turun dan tergoyahkan. Shajar al-Durr memerintah negaradan mengatur permasalahan-permasalahan atas nama “pemimpin yamg sakit”.
Ketika diketahui Sultan Salih Ayyub meninggal, puteranya Turansyah ingin menggantikannya, namun putera mahkota Turansyah mati dibunuh saat berenang oleh para budak Mamluk dan Shajar al-Durr diproklamasikan menjadi Sultan Mesir. Karena saat itu tak boleh ada pemimpin perempuan, maka panglima tertinggi Mesir yang berasal dari Mamluk menikahi Shajarr dan menjadi Sultan Dinasti Ayyubiyah pada tahun 648 H/1250M.

 C. Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Ayyubiyah

Setelah al-Kamil meninggal pada tahun 635 H/1238 M, Dinasti Ayyubiyah terkoyak oleh pertentangan-pertentangan internal. Serangan salib ke-6 dapat diatasi, dan pemimpinnya, Raja Perancis St Louis, ditangkap, namun segera setelah meninggalnya Ash-Shilah, pasukan budak Bahri Turki merebut kekuasaan di Mesir dan menjadikan pemimpin mereka, Aybak, mula-mula sebagai Atabeg dan kemudian sebagai Sultan pada tahun 648 H/1250 M. Pada tahun 612 H/ 1215 M Al-Adil mengirimkan cucunya yang masih muda, Al-Mas’ud Salahuddin, bersama seorang Atabeg untuk memerintah Yaman, tetapi Ayyubiyah tidak sanggup berbuat apa-apa disana, dan wilayah itu beralih ke tangan bekas abdi mereka, Rasulliyah Turki[8].
Keruntuhan Ayyubiyah ini terjadi di dua tempat, di wilayah barat Ayyubiyah berakhir oleh serangan Mamluk, sedangkan di Syiria dihancurkan oleh pasukan Mongol. Dengan demikian berakhirlah riwayat Ayyubiyah oleh dinasti Mamluk. Dinasti yang mampu mempertahankan pusat kekuasaan dari serangan bangsa Mongol[9].

D. Hasil-Hasil Kebudayaan Islam Dinasti Ayyubiyah

Sebagaimana Dinasti-Dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun mencapai kemajuan yang gemilang dan mmempunyai beberapa peninggalan bersejarah. Kemajuan-kemajuan titu mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah:
#. Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan. Ini di tandai dengan dibangunnya Madrasah Al-Saubiyyah pada tahun 1239 M sebagai pusat pengajaran empat Mazhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al Hadist Al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum yang umum terdapat diberbagai hukum Sunni. Sedangkan dalam bidang Arsitektur dapat dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip gereja, serta istana-istana yang dibangun menyerupai gereja.
#. Bidang Filsafat Dn Keilmuan
Buku kongkritnya adalah Adelast of Bath yang telah diterjemahkan, karya-karya     orang Arab tentang Astronomi dan Geometri. Penerjemahan bidang Kedokteran. Di bidang Kedokteran ini telah didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat   pikiran.
#. Bidang Industri
Kemajuan di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih canggih dibanding orang Barat. Mterdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik gelas.
#. Bidang perdagangan
  Bidang ini membawa pengaruh bagi Eropa dan negara-negara yang dikuasai Ayyubiyah. Di Eropa terdapat perdagangan agiriculture dan industri. Hal ini menimbulakn perdagangan internasional melalui jalur laut, sejak saat itu dunia ekonomi dan perdagangan sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk  letter of credit (LC),bahkan ketika itu sudah ada uang dari emas.
#. Bidang Militer
    Selain memiliki alat-alat perang eperti kuda, pedang, panah dan sebagainya, ia juga memiliki burung elang sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Disamping itu, adanya perang Salib telah membawa dampak poditif, keuntungan dibidang industri, perdagangan, dan intelektual, misalnya dengan adanya irigasi[10].

2. DINASTI MAMLUK
A. Kelahiran Dinasti Mamluk

Dinasti Mamalik merupakan sebuah Dinasti yang terletak di Mesir yang pada masa Dinasti inilah Mesir menjadi salah satu negri yang selamat dari serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupan Timur Lenk[11].
Dinasti ini di kenal dengan nama Mamlik, karena didirikan oleh para budak, mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa Dinasti Ayyuiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya. Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh penguasa Dinasti Ayyubiyah terakhir, Al Malik Al Salih mereka dijadikan sebagai pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaan.
Ketika Al Malik Salih meninggal pada tahun 1249 M, anaknya Turansyah naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah lebih dekat kepada tentara asal kurdi dari pada mereka[12]. Oleh karena itu Aybak penglima terbesar memimpin para Mamalik untuk membunuh Sultan. Setelah berhasil membunuhnya, ia menikahi istri Malik Shilah dan menjadi Sultan. Sebelumnya ia mengangkat seorang keturunan Ayyubuyah sebagai formalitas, namun akhirnya ia membunuhnya. Ini merupakan akhir dari Dinasti Ayyubiyah dan awal munculnya kekuasaan Dinasti Mamluk.

B. Periode Dinasti Mamluk

1. Periode Mamalik Bahriyah
Dalam tahun 648 H, berdirilah kerajaan Turki pertama di Mesir, bernama kerajaan “Mamalik Bahriyah”. Mamalik adalah kata jama (bilangan banyak), yang artinya budak-budak atau hamba-hamba sahaya[13]. Mamluk Bahri pada awalnya merupakan adalah pengawal-pengawal yang dibeli olh khalifah Al Shalih dari Dinasti Ayyubiyah, yang menempatkan budak-budaknya di pulau kecil Rawdah di banjaran sungai Nil, budak-budak Bahri ini kebanyakan berasal dari Turki dan Mongol. Kebijakan Dinasti Ayyubiyah Dalam bidang keamanan dengan merekrut budak-budak asing untuk menjadi pengawal, serupa dengan kebiasaan Khalifah Baghdad, dan akhir yang didapat pun sama. Budak-budak yang tadinya hanya palayan, kini menjadi pemimpin pasukan lalu menjadi sultan di kemudian hari[14].
Dalam pemerintahan Raja Mamalik yang bernama Ruknuddin Baibars Albundokdari, terjadilah penyerangan besar bangsa Tartar, di bawah pimpinan Houlagu yang mansyur. Waktu itulah kota Baghdad hancur dan musnah dan khalifah penghabisan mati dibunuh oleh Houlagu. Maka raja Rukniddin itulah yang sangup menangkis serangan Tartar, sehingga negeri Mesir terlepas dari serangan negeri itu. Malahan sanggup pula dia mengatur serangan keluar Mesir, yaitu ke Homat, Damsyik dan kota-kota negeri Syam yang lain untuk mengusir kaum Tartar itu[15].
Baybar menjadi Mamluk yang pertama, penguasa dan pendiri sejati kekuasaan Mamluk. Kemenangan pertamanya ia dapatkan dalam peperangan melawan Mongol di medan perang, Ain jalut; tetapi puncak ketenarannya didapatkan berkat perjuangannya yang tanpa henti melawan tentara Salib. Perlawanannya itulah yang menghancurakan inti pasukan franka, dan memungkinkan terwujudnya kemenangan terakhir yang diraih para penerusnya, yaitu Qallawun dan Al-Asyaf. Dalam salah satu ekspedisi terakhir ke utara Suriah, ia menghacurkan kekuatan kelompok Hasyasyim untuk selama-lamanya. Sementara itu para jendralnya berhasil memperluas wilayah kekuasaanya hingga bagian barat ke wilayah suku Berber, dan ke selatan mencapai wilayah Nubia, yang akhirnya berada di bawah kekuasaan Mesir[16].

2.Periode Mamalik Burjiah
Keturunan terakhir dari Mamalik Bahriyah, namanya Haji As-Salih Zainuddin ibn Asyraf Sya’ban, masih belum dewasa. Baru usia 6 tahun. Maka diagkatlah sebagai pemangku Raja, bernama Almalikus-Zahir Saifuddin Barquq.    
Oleh karena itu dia menjadi pemangku banyaklah kaum Mamalik berserikat hendak menumbangkannya, kalau perlu membunuhnya. Setelah hal itu diketahuinya, maka dikumpulkannyalah ahli-ahli dan orang terkemuka, tidak juga ketinggalan Khalifah Al-Mutawakkil. Menurut pendapat beliau, kalau merupakan jahat sedemikian dibiarkan saja, tentulah negeri tidak aman dan kerajaan asing dapat memasukan pengaruhnya. Sebab itu dia meminta supaya Mesir diserahkan ke tangan yang kuat. Anjurannya itu disetujui orang-orang. Tentu saja yang dimaksud tangan yang kuat ialah dirinya sendiri. Dia diangkat orang jadi ultan dan As-Salih Zainuddin yang masih kanak-kanak diturunkan dari jabatan itu.
Memanglah Barquq Sultan yang kuat. Tidak salah pilihan orang atas dirinya. Sebab tidak lama dia memerintah, tibalah serangan bangsa Tartar yang kedua kali, di bawah pimpinan Timurlank, pahlawan yang termasyur. Tidak kurang ganasnya dari nenek moyangnya yang dulu-dulu. Di tiap-tiap negeri yang dijajahnya itu, dipotongi kepala orang dan menyusunya serupa buki. Raja Bagdad Sultan Ahmad bn Idris karena takut akan bahay, minta bantu ke Mesir. Barquq memberikan bantuan. Bantuan dikirim dan Bagdad terpelihara.
Barquq di anggap sebagai pendiri kerajaan Mamalik Al-Burjiyah atau Al-Jarkasyiyah[17].

C. Kemajuan dan Peniggalan Dinasti Mamlukiyah

kekuatan dan prestasi negara-prestasi negara Mamluk mengesankan. Qutuz mengalahkan orang-orang mongolnya Hulagu di Ayn Jalut pada tahun 658 H/1260 M, dan penggantinya Baibars, memantapkan kemenangan itu dan memperkuhkan rezim itu, meskipun ancaman Monol terus berlanjut setelah dasawarsa setelah ini. Pada akhir abad ke-13, kota-kota tentara Salib yang terletak di daerah pantai Syiro-Palestina dilalap habis, dan pada abad berikutnya kerajaan Rupenid Armenia kecil atau Cicilia berakhir. Dengan demikian, Mamluk memperoleh prestasi yang besar di dunia Islam sebagai pemukul Mongol pagan dan Kristen. Wilayah mereka merentang sampai ke Cyrenaica di barat, ke Mubia dan Massawa di selatan dan ke Gunung Taurus di utara, dan mereka melindungi kota-kota suci Arabia.
Di bawah kekuasan Mamluk, Mesir dan Suriah mengalami kemakmuran ekonomi dan perkembangan pesat seni dan budaya, dengan prestasi-prestasi khusus di bidang-bidang seperti Arsitektur, keramik dan karya artistik dalam logam dan asal usil ilmu herarki (ilmu lambang-lambang keturunan) tampaknya adalah dari zaman Mamluk[18].

D. Kemunduran dan Kehancuran Dinasti Mamlukiyyah

Faktor internal kehancurannya adalah, gaya hidup yang tinggi pada ahhir-akhir masa pemerintahan Mamlukiyyah menyebabkab pembebanan biaya pajak yang tinggi pada rakyat, inilah yang menjadi salah satu penyebab runtuhnya kekuasaan Ayyubiyah, di tambah dengan wabah penyakit dan kelaparan yang merajalela pada para penduduk menyebabkan semakin melemahnya kekuatan pemerintahan.
Faktor eksternal yang menyebabkan hencurnya dinasti Ayyubiyah adalah ketika Sultan Turki Utsmani, Sultan Salim menyerang Mesir dan Syam di tahun 922 H. Dengan serangan itu maka berakhirlah kekuasaan Mamlukiyyah dan di tandai dengan terbunuhnya Khalifah yang terakhir Al-Mutawakkal Alal-Lah, yaitu keturunan terakhir Bani Abbas, berpindah gelar Khalifah ke tangan Bani Utsman di Turki. Sejak saat itu pula wilayah Mesir dijadikan sebagai salah satu provinsi kekuasaan Utsmani.
Kurang lebih setelah 200 tahun dengan 15 khalfah[19] yang memerinah, akhirnya kerajaan itupun hancur dan meninggalkan peninggalan-peninggalan yang cukup besar bagi umat islam.

  



BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN

Dari pembahasan singkat tersebut di atas kami dapat mengambil kesimpulkan sebagai berikut :
#. Dinasti Ayyubyah yang didirikan oleh seorang Kuri yang beraliran Sunni, Salahuddin Al-Ayubi, merupakan dinasti yang meruntuhkan kerajaan  Fathimiyyah di Mesir yang beraliran Syiah. Perkembangan pada berbagai bidang di masa dinasti ini sungguh sangat hebat, mulai dari inustri, pertanian, perdagangan,ilmu pengetahuan, arsitektur, pendidikan,militer, dan filsafat. Keberhasilannya yang gemilang adalah ketika dapat memukul mundur pasukan Salib dan mempersatukan kembali umat islam dalam satu tujuan  yang sama. Namun kondisi seperti ini tidak berlangsuung selamanya ketika Salahuddin meninggal konflik mulai muncul, terutama ketika masa pemerintahan sultan Al Kamil akan habis, perselisihan internal ditambah lagi dengan pemberontakan para budak Mamalik yang ingin menggulingkan kekuasaan Ayyubiyah, semua ini menyebabkan runtuhnya Ayyubiyah di Mesir. Sedangkan di Syiria Ayyubiyah ditaklukan oleh tentara Mongol.
#.  Dinasti Mamluk merupakan sebuah Dinasti yang berasal dari para budak-budak belian Sultan Ayyub yang pada akhirnya dapat menggulingkan kekuasaan Ayyubiyah. Pemimpin pertama dinasti ini adalah Aybak yang pada tahun 1250 diangkat menjadi Sultan pertama dinasti Mamlukiyyah. Kemajuan yang menonjol dari dinasti ini adalah dalam bidang arsitektur dan Militer. Kerajaan ini dibagi menjadi dua periode yaitu periode Badri dan Bahri. Sikap para penguasa yang berlebih-lebihan dan berfoya-foya telah menyebabkan runtuhnya kerajaan ini, selain itu juga dengan munculnya kerajaan Utsmani di Turki yang menyerang dan mengalahakan pasukan Mamluk, mengakhiri kekuasaan Mamlukiyyah.

DAFTAR PUSTAKA
Yatim, Badri (Ed). Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2007
Hitti, Philip K. History Of Arabs. Terj, Jakarta: Serambin, 2005
Hamka, Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1975
Bosworth,C.E. Dinasti-Dinasti islam. Terj. Bandung: Mizan, 1980
www.sejarahislam.com










[1] Bosworth, Dinasti-dinasti islam,hal 86-87
[2] www.sejarahislam.com
[3] Ibid.,
[4] Badri Yatim,sejarah peradaban islam,(Jakarta: Rajawali, 2007),hal 288
[5] Ibid.,
[6] Badri Yatim, sejarah peradaban islam, (jakarta:Rajawali Press, 2007), hal 292
[7] Ibid.,                                  
[8] Bosworth, Dinasti-dinasti islam,hal 86-87
[9] www.sejarahislam.com
[10] Ibid.,
[11] Badri Yatim, sejarah peradaban islam, (jakarta:Rajawali Press, 2007), hal 124
[12] www.sejarahislam.com
[13] Hamka,sejarah umat islam, (jakarta:Bulan Bintang, 1975), hal.187
[14] Philip K. Hitti, History Of Arabic, (Ter). (Jakarta: Serambim, 2005),hal.128
[15] Hamka,sejarah umat islam, (jakarta:Bulan Bintang, 1975), hal.187
[16] Philip K. Hitti, History Of Arabic, (Ter). (Jakarta: Serambim, 2005),hal.164
[17]Hamka,sejarah umat islam, (jakarta:Bulan Bintang, 1975), hal.188-189
[18] Bosworth, Dinasti-dinasti islam.
[19]Hamka,sejarah umat islam, (jakarta:Bulan Bintang, 1975), hal.188

Tidak ada komentar:

Posting Komentar