DINASTI
AYYUBIYAH DAN DINASTI MAMLUK
BAB 1
PENDAHULUAN
Ketika kita membaca tentang sejarah islam, maka kita akan menemukan
tentang Dinasti-dinasti islam yang berperan dalam pembentukan suatu peradaban islam
baik pada masa klasik maupun pertengahan. Dari
awal dinasti pertama muncul yaitu dinasti Umayyah, Abbasiyah,
Fathimiyah, Ayyubiyah, hingga Turki Utsmani dinasti terakhir islam. Setiap
dinasti–dinasti tesebut telah memberikan suatu andil yang sangat berarti,
memberikan peran penting demi tersambungnya suatu peradaban islam, seperti
dalam bidang pendidikan, politik, kesenian, kebudayaan, bangunan dan lain-lain.
Salah satu yang akan di bahas
pada makalah ini adalah dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyah mulai dari sebab
musabab adanya, berdirinya, perkembangannya, para pemimpin yang berkuasanya,
berbagai prestasi yang telah diraih, perjuangannya, sebab-sebab kemajuan,
kemunduran hingga kehancurannya.
Di harapkan setelah membaca makalah, pembaca dapat mengetahui
tentang sejarah dan peran andil dinasti Ayyubiyah dan Mamlukiyyah terhadap islam,
serta dapat mengambil ibrah/pelajaran dari apa yang telah terjadi pada Dinasti
Ayyubiyah dan Mamlukuyah untuk masa depan yang lebih baik.
BAB
2
PEMBAHASAN
1. DINASTI AYYUBIYAH
A. Berdirinya Dinasti Ayyubiyah
Salahuddin al ayyubui, bapak dari dinasti ini berasal dari suku
kurdi hadzbani, meskipun keluarga ini tampaknya telah banyak ter-turki-kan
berkat pengabdian mereka sebagai serdadu turki. Panglima turki di mosul dan
aleppo, Zangi ibn sanqur banyak selaki mengambil dari suku kurdi yang suka
beperang sebagai abdinya, termasuk pada tahun 532 H/1138 M Salahuddin al ayyubi
dan ta lama kemudian saudaranya syirkuh mengabdi pada putera Zangki yang
bernama Nurudin. Pada tahun 564 H/1169 M syirkuh menguasai mesir, tetapi
meninggal tak lama kemudian, dan kemenakannya salahuddin diakui oleh tentara
sebagai penggantinya.
Karenanya Salahuddin adalah pendiri dinasti Ayyubiyah. Dia
menghapuskan jejak- jejak terakhir
kekuasaan Fathimiah di Mesir dan mempromosikan di bekas wilayah kekuasaan
Fathimiyyah suatu kebijaksanaan pendidikan dan keagamaan sunni yang kuat. Kemenangan
ayyubiyah di bekas wilayah fatimiyyah menyempurnakan arah reaksi sunni ortodok
di bawah seljuk telah menyebabkan tumbanggnya syi’isme politis di bekas wilayah
buwihiyah. Aspek lain dari kebikaksaan salahudin adalah melancarkan jihad
terhadap tentara-tentara salib, suatu kebijakanaan membuat antusiasme islam
bersatu di belakangnya dan membuat dirinya mampu mempersatukan tentara turki
kurdi dan arab di jalan yang sama. Dengan kemenanga haththin pada tahun 583
H/1187M, kota suci Yerusalem sekali lagi menjadi muslim setelah 80 tahun, dan
orang-orang Frank tersingkirkan meskipun hanya untuk sementara, dan hampir smua
milik mereka kecuali untuk beberapa kota pantai[1].
Keberhasilan salahuddin di mesir mendorongnya menjadi penguasa
otonom. Dalam mengkosolidasikan kekuatannya, ia banyak memanfaatkan keluarganya
untuk ekspansi ke wilayah lain, seperti turansyah, saudaranya di kirim untuk
menguasai Yaman 1173 M. Taqiyuddin, keponakannya di setting untuk melawan
tentara salib yang menduduku Dimyat. Sedang Syihabuddin, pamannya, untuk
menduduki Mesir hulu (Nubia). Kematian Nurudin 1174 M menjadikan posisi
Salahuddin semakin kuat, yang akhirnya memudahkan penaklukan Syiria, termasuk
Damaskus, Aleppo dan Mosul, akhirnya pada tahun 1175 M, ia diakui sebagai
sultan atas Mesir oleh khalifah Abbasiyah[2].
B. Para
Sultan Dinasti Ayyubiyah Dan Perjuangnnya
1. Salahuddin
Al Ayubi
Di masa pemerintahan
Salahuddin, ia membina kekuatan militer yang tangguh dan perekonomian yang
berkerja sama dengan pengasa muslim di kawasan lain. Ia juga membangun benteng
kota sebagai benteng pertahanan di Kairo dan bukuit Mukattam. Pasukannya juga
diperkuat oleh pasukan Barbar, Turki dan Afrika. Disamping digalakan
perdagangan dengan kota-kota di laut tengah, lautan Hindia dan menyemournakan
sistem perpajakan. Atas dasar inilah, ia melancarkan gerakan ofensif guna
merebut Al-Quds (Yerusalem) dari tangan tentara Salib yang dipimpin oleh Guy de
Lusignan di Hittin, dan menguasai Yerusalem pada tahun 1187 M. Inipun tetap ta
merubah kedudukan Salahuddin, sampai akhirnya Richard membuat perjanjian
genjetan senjata yang di manfaatkannya untuk menguasai kota Acre[3].
Saladin merupakan pemimpin bangsa Arab yang tidak tertandingi
egara-negara yang terbentang dari pegunungan Kurdistan sampai ke padang pasir
Libiyan. Raja Georgia an Armenia dan Sultan Koniya dan bahakn kaisar
Constantinipel menuntut penggabungan. Peperangan-peperangan panjang dan
ketaatannya yang kendor terhadap kepercayaanya sangat berpengaruh dalam
kesehatannya, pada tahun 1199 M dia meninggal dunia di Damaskus, kira-kira 6
bulan setelah perdamayan Ramleh[4].
2. Adil
Saladin digantikan oleh saudaranya, Adil. Orang-orang salib
sekarang menyadari bahwa Mesir merupakan bagian yang sangat penting sekali dari
dari negara besar Arab dan bahwa penduduknya pasti mudah menundukan Paletina
ketangan mereka[5].
Maka dari itu Raja Palestina Jean di Brienne, memupuk pasukan untuk
menyerang dan mengambil salah satu daerah yang di kuasai islam yaitu Daimeta,
pasukan Ayyubiyah mengalami kekalahan meski telah berjuang dengan keras,
serbuan yang ganas dari orang-orang Salib membuat pasukan islam dipaka untuk
menyerah, kejadian ini terjadi pada tahun 1218 M. Namun walaupun dwnikian Sutan
Adil telah berhasil mengkonsulidasikan negara besar yang di wariskan oleg
Saladin padanya. Semanjak remaja ia telah menghabiskan masanya untuk menjabat
di pemerintahan menjadi Gubernur seperti di Damascus, Edessa, Haran,
Mayyafariqin dan Yaman. Ia meninggal dunia pada tahun 1210 M karena sakit.
3.Kamil
Setelah Sultan Adil meninggal, ia mewariskan pemerintahannya pada
anaknya Al-Kamil. Sultan Ayyubiyah yang baru ini memiliki banyak sifat-sifat
yang sama dengan ayahnya. Dia adalah seorang perajurit pemberani dan gagah
perkasa juga diplomat berbakat. Tindakan pertama yang diambil oleh Al-Kamil
saat pemerintahannya adalah merebut kembali Daimeta dari orang-orang salib.
Daimeta pun dapat di rebut dengan hasil perjanjian selama 8 tahun dengan
orang-orang salib harus pergi dari daerah Mesir.
Di bawah pemerintahan Kamil Mesir mengalami kemajuan pesat. Dia
mengembangkan sistem irigasi, memperluas terusan-terusan dan mendirikan
tanggul-tanggul untuk meyakinkan keselamatan para pelancong. Dia mendirikan
benteng di Kairo dan lembaga-lembaga pendidikan seperti Darul Hadits atau
sekolah tinggi Kamiliyah (Kamiliyah college). Ibnu Khlallikan menggambarkan
tentang dia, ”Al Kamil mencintai ilmu
pengetahuan masyarakat sarjana, dia adalah seorang muslim bijaksana, soleh dan
merupakan pelindung besar bagi para sarjana”[6].
4. Adil 2, Salib Ayyub dan Shajar al-Durr
Kamil meninggal dunia pada tahun 635 H/1238 M. Pemimpin-pemimpin
Ayyubiyah Mesir memproklamirkan anaknya, Abu bakar sebagai Sultan Ayyubiyah dan
memberinya galar Adil 2. Saudaranya Salih Ayyub, yang ayahnya mengirimnya ke
benteng Kiva di sebelah barat sungai Tigris menolak pemerintahannya dan
berjalan menuju Mesir. Nasir, penguasa al-Karak, menghukumnya dalam penjara
kurungan, tetapi segera membebaskannya. Dia membuat persekutuan dengan Salih
dan Syria menjadi daerah kekuasaan Mesir[7].
Masa pemerintahan Adil 2 hanya bertahan tidak lebih dari 3 tahun.
Pemerintahannya digulingkan oleh saudaranya sendiri Salih Ayyub, dengan
perlawanan dari budak-budaknya terhadap Adil 2 akhirnya Salih Ayyub
diproklamirkan menjadi Sultan Mesir pada tahun 637 H/1240 M.
Selama pemerintahan Salih Ayyub, raja perancis banyak mengirimkan
ekspedisi perang terhadap Mesir, Salih Ayyub yang saat itu memiliki para
perajurit mamluk (budak belian) yang terlatih berhasil mengalahkan secara total
pasukan Perancis ini, meski saat itu sultan Salih Ayyub sedang mengalami sakit.
Saat itu Sultan Salih Ayyub meninggal dan istrinya Shajar al-Durr
menyenbunyikan kematian suamunya ini agar semangat umat muslim tidak turun dan
tergoyahkan. Shajar al-Durr memerintah negaradan mengatur permasalahan-permasalahan
atas nama “pemimpin yamg sakit”.
Ketika diketahui Sultan Salih Ayyub
meninggal, puteranya Turansyah ingin menggantikannya, namun putera mahkota
Turansyah mati dibunuh saat berenang oleh para budak Mamluk dan Shajar al-Durr
diproklamasikan menjadi Sultan Mesir. Karena saat itu tak boleh ada pemimpin
perempuan, maka panglima tertinggi Mesir yang berasal dari Mamluk menikahi
Shajarr dan menjadi Sultan Dinasti Ayyubiyah pada tahun 648 H/1250M.
C. Kemunduran Dan Kehancuran Dinasti Ayyubiyah
Setelah al-Kamil meninggal pada tahun 635 H/1238 M, Dinasti
Ayyubiyah terkoyak oleh pertentangan-pertentangan internal. Serangan salib ke-6
dapat diatasi, dan pemimpinnya, Raja Perancis St Louis, ditangkap, namun segera
setelah meninggalnya Ash-Shilah, pasukan budak Bahri Turki merebut kekuasaan di
Mesir dan menjadikan pemimpin mereka, Aybak, mula-mula sebagai Atabeg dan
kemudian sebagai Sultan pada tahun 648 H/1250 M. Pada tahun 612 H/ 1215 M
Al-Adil mengirimkan cucunya yang masih muda, Al-Mas’ud Salahuddin, bersama
seorang Atabeg untuk memerintah Yaman, tetapi Ayyubiyah tidak sanggup berbuat
apa-apa disana, dan wilayah itu beralih ke tangan bekas abdi mereka, Rasulliyah
Turki[8].
Keruntuhan Ayyubiyah ini terjadi di dua tempat, di wilayah barat
Ayyubiyah berakhir oleh serangan Mamluk, sedangkan di Syiria dihancurkan oleh
pasukan Mongol. Dengan demikian berakhirlah riwayat Ayyubiyah oleh dinasti
Mamluk. Dinasti yang mampu mempertahankan pusat kekuasaan dari serangan bangsa
Mongol[9].
D. Hasil-Hasil
Kebudayaan Islam Dinasti Ayyubiyah
Sebagaimana Dinasti-Dinasti sebelumnya, Dinasti Ayyubiyah pun
mencapai kemajuan yang gemilang dan mmempunyai beberapa peninggalan bersejarah.
Kemajuan-kemajuan titu mencakup berbagai bidang, diantaranya adalah:
#. Bidang Arsitektur dan Pendidikan
Penguasa
Ayyubiyah telah berhasil menjadikan Damaskus sebagai kota pendidikan. Ini di
tandai dengan dibangunnya Madrasah Al-Saubiyyah pada tahun 1239 M sebagai pusat
pengajaran empat Mazhab hukum dalam sebuah lembaga Madrasah. Dibangunnya Dar al
Hadist Al-Kamillah juga dibangun (1222 M) untuk mengajarkan pokok-pokok hukum
yang umum terdapat diberbagai hukum Sunni. Sedangkan dalam bidang Arsitektur
dapat dilihat pada monumen Bangsa Arab, bangunan masjid di Beirut yang mirip
gereja, serta istana-istana yang dibangun menyerupai gereja.
#. Bidang
Filsafat Dn Keilmuan
Buku
kongkritnya adalah Adelast of Bath yang
telah diterjemahkan, karya-karya orang
Arab tentang Astronomi dan Geometri. Penerjemahan bidang Kedokteran. Di bidang
Kedokteran ini telah didirikan sebuah rumah sakit bagi orang yang cacat pikiran.
#. Bidang Industri
Kemajuan
di bidang ini dibuktikan dengan dibuatnya kincir oleh seorang Syiria yang lebih
canggih dibanding orang Barat. Mterdapat pabrik karpet, pabrik kain dan pabrik
gelas.
#.
Bidang perdagangan
Bidang ini membawa pengaruh
bagi Eropa dan negara-negara yang dikuasai Ayyubiyah. Di Eropa terdapat
perdagangan agiriculture dan industri. Hal ini menimbulakn perdagangan
internasional melalui jalur laut, sejak saat itu dunia ekonomi dan perdagangan
sudah menggunakan sistem kredit, bank, termasuk
letter of credit (LC),bahkan
ketika itu sudah ada uang dari emas.
#. Bidang
Militer
Selain memiliki alat-alat
perang eperti kuda, pedang, panah dan sebagainya, ia juga memiliki burung elang
sebagai kepala burung-burung dalam peperangan. Disamping itu, adanya perang
Salib telah membawa dampak poditif, keuntungan dibidang industri, perdagangan,
dan intelektual, misalnya dengan adanya irigasi[10].
2. DINASTI MAMLUK
A. Kelahiran
Dinasti Mamluk
Dinasti Mamalik merupakan sebuah Dinasti yang terletak di Mesir
yang pada masa Dinasti inilah Mesir menjadi salah satu negri yang selamat dari
serangan-serangan bangsa Mongol, baik serangan Hulagu Khan maupan Timur Lenk[11].
Dinasti ini di kenal dengan nama Mamlik, karena didirikan oleh para
budak, mereka pada mulanya adalah orang-orang yang ditawan oleh penguasa
Dinasti Ayyuiyah sebagai budak, kemudian dididik dan dijadikan tentaranya.
Mereka ditempatkan pada kelompok tersendiri yang terpisah dari masyarakat. Oleh
penguasa Dinasti Ayyubiyah terakhir, Al Malik Al Salih mereka dijadikan sebagai
pengawal untuk menjamin kelangsungan kekuasaan.
Ketika Al Malik Salih meninggal pada tahun 1249 M, anaknya Turansyah
naik tahta sebagai Sultan. Golongan Mamalik merasa terancam karena Turansyah
lebih dekat kepada tentara asal kurdi dari pada mereka[12].
Oleh karena itu Aybak penglima terbesar memimpin para Mamalik untuk membunuh
Sultan. Setelah berhasil membunuhnya, ia menikahi istri Malik Shilah dan
menjadi Sultan. Sebelumnya ia mengangkat seorang keturunan Ayyubuyah sebagai
formalitas, namun akhirnya ia membunuhnya. Ini merupakan akhir dari Dinasti
Ayyubiyah dan awal munculnya kekuasaan Dinasti Mamluk.
B.
Periode Dinasti Mamluk
1. Periode Mamalik Bahriyah
Dalam tahun 648 H, berdirilah kerajaan Turki pertama di Mesir,
bernama kerajaan “Mamalik Bahriyah”. Mamalik adalah kata jama (bilangan
banyak), yang artinya budak-budak atau hamba-hamba sahaya[13].
Mamluk Bahri pada awalnya merupakan adalah pengawal-pengawal yang dibeli olh
khalifah Al Shalih dari Dinasti Ayyubiyah, yang menempatkan budak-budaknya di
pulau kecil Rawdah di banjaran sungai Nil, budak-budak Bahri ini kebanyakan
berasal dari Turki dan Mongol. Kebijakan Dinasti Ayyubiyah Dalam bidang
keamanan dengan merekrut budak-budak asing untuk menjadi pengawal, serupa
dengan kebiasaan Khalifah Baghdad, dan akhir yang didapat pun sama. Budak-budak
yang tadinya hanya palayan, kini menjadi pemimpin pasukan lalu menjadi sultan
di kemudian hari[14].
Dalam pemerintahan Raja Mamalik yang bernama Ruknuddin Baibars
Albundokdari, terjadilah penyerangan besar bangsa Tartar, di bawah pimpinan
Houlagu yang mansyur. Waktu itulah kota Baghdad hancur dan musnah dan khalifah
penghabisan mati dibunuh oleh Houlagu. Maka raja Rukniddin itulah yang sangup
menangkis serangan Tartar, sehingga negeri Mesir terlepas dari serangan negeri
itu. Malahan sanggup pula dia mengatur serangan keluar Mesir, yaitu ke Homat,
Damsyik dan kota-kota negeri Syam yang lain untuk mengusir kaum Tartar itu[15].
Baybar menjadi Mamluk yang pertama, penguasa dan pendiri sejati
kekuasaan Mamluk. Kemenangan pertamanya ia dapatkan dalam peperangan melawan
Mongol di medan perang, Ain jalut; tetapi puncak ketenarannya didapatkan berkat
perjuangannya yang tanpa henti melawan tentara Salib. Perlawanannya itulah yang
menghancurakan inti pasukan franka, dan memungkinkan terwujudnya kemenangan
terakhir yang diraih para penerusnya, yaitu Qallawun dan Al-Asyaf. Dalam salah
satu ekspedisi terakhir ke utara Suriah, ia menghacurkan kekuatan kelompok
Hasyasyim untuk selama-lamanya. Sementara itu para jendralnya berhasil
memperluas wilayah kekuasaanya hingga bagian barat ke wilayah suku Berber, dan
ke selatan mencapai wilayah Nubia, yang akhirnya berada di bawah kekuasaan
Mesir[16].
2.Periode Mamalik Burjiah
Keturunan terakhir dari Mamalik Bahriyah, namanya Haji As-Salih
Zainuddin ibn Asyraf Sya’ban, masih belum dewasa. Baru usia 6 tahun. Maka
diagkatlah sebagai pemangku Raja, bernama Almalikus-Zahir Saifuddin Barquq.
Oleh karena itu dia menjadi pemangku banyaklah kaum Mamalik
berserikat hendak menumbangkannya, kalau perlu membunuhnya. Setelah hal itu
diketahuinya, maka dikumpulkannyalah ahli-ahli dan orang terkemuka, tidak juga
ketinggalan Khalifah Al-Mutawakkil. Menurut pendapat beliau, kalau merupakan
jahat sedemikian dibiarkan saja, tentulah negeri tidak aman dan kerajaan asing
dapat memasukan pengaruhnya. Sebab itu dia meminta supaya Mesir diserahkan ke
tangan yang kuat. Anjurannya itu disetujui orang-orang. Tentu saja yang
dimaksud tangan yang kuat ialah dirinya sendiri. Dia diangkat orang jadi ultan
dan As-Salih Zainuddin yang masih kanak-kanak diturunkan dari jabatan itu.
Memanglah Barquq Sultan yang kuat. Tidak salah pilihan orang atas
dirinya. Sebab tidak lama dia memerintah, tibalah serangan bangsa Tartar yang
kedua kali, di bawah pimpinan Timurlank, pahlawan yang termasyur. Tidak kurang
ganasnya dari nenek moyangnya yang dulu-dulu. Di tiap-tiap negeri yang
dijajahnya itu, dipotongi kepala orang dan menyusunya serupa buki. Raja Bagdad
Sultan Ahmad bn Idris karena takut akan bahay, minta bantu ke Mesir. Barquq
memberikan bantuan. Bantuan dikirim dan Bagdad terpelihara.
Barquq di anggap sebagai pendiri kerajaan Mamalik Al-Burjiyah atau
Al-Jarkasyiyah[17].
C.
Kemajuan dan Peniggalan Dinasti Mamlukiyah
kekuatan dan prestasi
negara-prestasi negara Mamluk mengesankan. Qutuz mengalahkan orang-orang
mongolnya Hulagu di Ayn Jalut pada tahun 658 H/1260 M, dan penggantinya
Baibars, memantapkan kemenangan itu dan memperkuhkan rezim itu, meskipun
ancaman Monol terus berlanjut setelah dasawarsa setelah ini. Pada akhir abad
ke-13, kota-kota tentara Salib yang terletak di daerah pantai Syiro-Palestina
dilalap habis, dan pada abad berikutnya kerajaan Rupenid Armenia kecil atau
Cicilia berakhir. Dengan demikian, Mamluk memperoleh prestasi yang besar di
dunia Islam sebagai pemukul Mongol pagan dan Kristen. Wilayah mereka merentang
sampai ke Cyrenaica di barat, ke Mubia dan Massawa di selatan dan ke Gunung
Taurus di utara, dan mereka melindungi kota-kota suci Arabia.
Di bawah kekuasan Mamluk, Mesir dan
Suriah mengalami kemakmuran ekonomi dan perkembangan pesat seni dan budaya,
dengan prestasi-prestasi khusus di bidang-bidang seperti Arsitektur, keramik
dan karya artistik dalam logam dan asal usil ilmu herarki (ilmu lambang-lambang
keturunan) tampaknya adalah dari zaman Mamluk[18].
D. Kemunduran
dan Kehancuran Dinasti Mamlukiyyah
Faktor internal kehancurannya
adalah, gaya hidup yang tinggi pada ahhir-akhir masa pemerintahan Mamlukiyyah
menyebabkab pembebanan biaya pajak yang tinggi pada rakyat, inilah yang menjadi
salah satu penyebab runtuhnya kekuasaan Ayyubiyah, di tambah dengan wabah
penyakit dan kelaparan yang merajalela pada para penduduk menyebabkan semakin
melemahnya kekuatan pemerintahan.
Faktor eksternal yang menyebabkan
hencurnya dinasti Ayyubiyah adalah ketika Sultan Turki Utsmani, Sultan Salim
menyerang Mesir dan Syam di tahun 922 H. Dengan serangan itu maka berakhirlah
kekuasaan Mamlukiyyah dan di tandai dengan terbunuhnya Khalifah yang terakhir
Al-Mutawakkal Alal-Lah, yaitu keturunan terakhir Bani Abbas, berpindah gelar Khalifah
ke tangan Bani Utsman di Turki. Sejak saat itu pula wilayah Mesir dijadikan
sebagai salah satu provinsi kekuasaan Utsmani.
Kurang lebih setelah 200 tahun
dengan 15 khalfah[19]
yang memerinah, akhirnya kerajaan itupun hancur dan meninggalkan
peninggalan-peninggalan yang cukup besar bagi umat islam.
BAB III
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Dari pembahasan singkat tersebut di atas kami dapat mengambil
kesimpulkan sebagai berikut :
#. Dinasti Ayyubyah yang didirikan oleh seorang Kuri yang beraliran
Sunni, Salahuddin Al-Ayubi, merupakan dinasti yang meruntuhkan kerajaan Fathimiyyah di Mesir yang beraliran Syiah. Perkembangan
pada berbagai bidang di masa dinasti ini sungguh sangat hebat, mulai dari
inustri, pertanian, perdagangan,ilmu pengetahuan, arsitektur,
pendidikan,militer, dan filsafat. Keberhasilannya yang gemilang adalah ketika
dapat memukul mundur pasukan Salib dan mempersatukan kembali umat islam dalam
satu tujuan yang sama. Namun kondisi
seperti ini tidak berlangsuung selamanya ketika Salahuddin meninggal konflik
mulai muncul, terutama ketika masa pemerintahan sultan Al Kamil akan habis, perselisihan
internal ditambah lagi dengan pemberontakan para budak Mamalik yang ingin
menggulingkan kekuasaan Ayyubiyah, semua ini menyebabkan runtuhnya Ayyubiyah di
Mesir. Sedangkan di Syiria Ayyubiyah ditaklukan oleh tentara Mongol.
#. Dinasti Mamluk merupakan
sebuah Dinasti yang berasal dari para budak-budak belian Sultan Ayyub yang pada
akhirnya dapat menggulingkan kekuasaan Ayyubiyah. Pemimpin pertama dinasti ini
adalah Aybak yang pada tahun 1250 diangkat menjadi Sultan pertama dinasti
Mamlukiyyah. Kemajuan yang menonjol dari dinasti ini adalah dalam bidang
arsitektur dan Militer. Kerajaan ini dibagi menjadi dua periode yaitu periode
Badri dan Bahri. Sikap para penguasa yang berlebih-lebihan dan berfoya-foya
telah menyebabkan runtuhnya kerajaan ini, selain itu juga dengan munculnya
kerajaan Utsmani di Turki yang menyerang dan mengalahakan pasukan Mamluk,
mengakhiri kekuasaan Mamlukiyyah.
DAFTAR PUSTAKA
Yatim,
Badri (Ed). Sejarah Peradaban Islam, Jakarta:
Rajawali Press, 2007
Hitti,
Philip K. History Of Arabs. Terj,
Jakarta: Serambin, 2005
Hamka,
Sejarah Umat Islam, Jakarta: Bulan
Bintang, 1975
Bosworth,C.E.
Dinasti-Dinasti islam. Terj. Bandung:
Mizan, 1980
www.sejarahislam.com
[1] Bosworth, Dinasti-dinasti islam,hal 86-87
[2] www.sejarahislam.com
[3] Ibid.,
[4] Badri
Yatim,sejarah peradaban islam,(Jakarta:
Rajawali, 2007),hal 288
[5] Ibid.,
[6] Badri
Yatim, sejarah peradaban islam, (jakarta:Rajawali
Press, 2007), hal 292
[7]
Ibid.,
[8] Bosworth, Dinasti-dinasti islam,hal 86-87
[9]
www.sejarahislam.com
[10] Ibid.,
[11] Badri
Yatim, sejarah peradaban islam, (jakarta:Rajawali
Press, 2007), hal 124
[12]
www.sejarahislam.com
[13] Hamka,sejarah umat islam, (jakarta:Bulan
Bintang, 1975), hal.187
[14] Philip
K. Hitti, History Of Arabic, (Ter).
(Jakarta: Serambim, 2005),hal.128
[15] Hamka,sejarah umat islam, (jakarta:Bulan
Bintang, 1975), hal.187
[16] Philip
K. Hitti, History Of Arabic, (Ter).
(Jakarta: Serambim, 2005),hal.164
[17]Hamka,sejarah umat islam, (jakarta:Bulan
Bintang, 1975), hal.188-189
[18]
Bosworth, Dinasti-dinasti islam.
[19]Hamka,sejarah umat islam, (jakarta:Bulan
Bintang, 1975), hal.188
Tidak ada komentar:
Posting Komentar