Selasa, 14 Mei 2013

KEMUNCULAN BANI AHMAR HINGGA KEJAYAANNYA ANDALUSIA


BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Andalusia atau Spanyol masa kini, merupakan wilayah yang tidak dapat dipisahkan dari proses perkembangan Islam di dunia. Islam Spanyol pada masa lalu, telah mengilhami Eropa untuk melakukan pembaruan di berbagai sektor. Sejarawan menulis bahwa ketika Spanyol telah terang dengan keilmuan dan perkembangan peradaban, wilayah di belahan Eropa yang lain mengalami kegelapan yang menjerumuskan. Muslim Spanyol menjadi rujukan bagi calon ilmuan Eropa yang ingin mendapatkan angin segar ilmu pengetahuan. Islam telah menorehan sejarah yang gemilang bagi tanah air beberapa pemain bola yang populer masa kini. Tercatat dalam sejarah, bahwa pemerintahan Islam di Andalusia bertahan cukup lama, hal ini tidak dapat dipungkiri dari sisa-sisa peradaban Islam di Spanyol hingga dewasa kini. Sejak Muhammad Ad-Dakhil berhasil menguasai semenanjung Iberia dan mendirikan Daulat Umayyah II di Andalusia, Ia telah menyumbangkan sebuah jalan sejarah yang perlu dipelajari. Selanjutnya Islam Andalus terbagi dalam Muluk at-Tawaif, hingga lahirnya kekuatan dari Afrika yang berkuasa di Andalus, yaitu Murabhitun dan Muwahhidun, hingga yang terakhir Dinasti Ahmar sebagai simbol pemerintahan Islam terakhir di Spanyol.
Setelah Muwahhidun runtuh akibat berbagai faktor interal dan eksternalnya, lahirnya sebuah kekuatan baru yang menaungi Muslim Spanyol. Kekuatan ini dibawa oleh seorang keturunan Arab dan terkenal dengan julukan “Lelaki Merah”.  Dinasti yang ia dirikan menjadi dinasti terakhir yang dipimpin oleh Muslim di Spanyol. Masa bakti dinasti ini juga cukup lama, hampir dua abad lebih. Hal ini merupakan suatu hasil yang hebat mengingat pada saat itu, gerakan pembaruahn di Spanyol sedang getol-getolnya dilaksanakan oleh beberapa raja-raja Kristen. Dinasti Ahmar atau dalam literatur Barat disebut Nasrid, dengan segala tantangan dan kondisi politik serta sosial Andalusia yang terdegradasi, mampu memperlihatkan suatu tatanan yang indah dari kekuatan Muslim. Meskipun akhirnya kalah oleh pasukan Kristen, akan tetapi jasa besar Dinsti ini tidak dapat dilupakan begitu saja. Makalah ini menguraikan peran serta Dinasti Nasrid dalam mempertahankan Islam dalam periode akhir kekuasaan Muslim di Spanyol. Pembahasan dalam makalah ini kami batasi hingga sampai masa kejayaan Dinasti Ahmar, yang hari ini hasil peradabannya masih terlihat megah dan berdiri kokoh dalam wujud Istana Alhamra di Granada.
B.     Rumusan Masalah
1.         Bagaimana proses berdirinya Dinasti Nasrid/Ahmar?
2.         Sipakan pendiri dinasti tersebut?
3.         Bagaimana periode kejayaan Dinasti Nasrid/Ahmar?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kronologi Berdirinya Dinasti Nasrid
Menjelang abad ke-13 kekuasaan Muslim di Spanyol hanya meliputi Spanyol Selatan, sedangkan kekuasaan Islam di Spanyol Utara telah hilang.[1] Daerah ini hanya meliputi Granada yang dipimpin oleh seorang keturunan Arab, yaitu Muhammad bin Yusuf ibn Nasr, yang mendirikan Dinasti Nasriyah[2] atau Dinasti Ahmar. Hal ini seiring dengan  kekalahan Dinasti Muwahhidun, serta jatuhnya beberapa wilayah ke tangan penguasa Kristen.[3] Puncaknya, ketika pada musim semi 1212, bertepatan pada 14 Safar 609/16 Juli 1212, Alfonso VIII dan Khalifah An-Nashir melakukan pertempuraan besar di Las Navas de Tolosa (al-Uqab), ketika an-Nashir menyeberang semenanjung Iberia.[4] Peperangan ini menjadi titik balik (turning point) bagi pemerintahan Muslim di Andalusia. Pasukan Muwahhidun mengalami kekalahan besar pada pertempuran tersebut, perang Las Navas de Tolosa mengakibatkan Muwahhidun terusir dari semenanjung itu. Pertempuran ini terjadi kir-kira 119 km arah timur Cordoba. Tentara Kristen, yang terdiri pasukan Aragon bersama rajanya, pasukan Navarre beserta rajanya, dan satu unit pasukan elite Portugal bersama beberapa kesatria, dipimpin oleh Alfonso VIII dari Castille. Pihak muslim dipimpin langsung oleh Khalifah Muhammad Nashir.[5]  Pasukan muslim menderita kekalahan besar dengan 100.000 korban.[6] An-Nashir sendiri menyelamatkan diri ke Maroko, dan meninggal dunia dua tahun kemudian.[7]
Kekalahan besar Muwahhidun dalam perang ini menyurutkan kekuasaan dinasti ini dalam dekade sesudahnya, tidak hanya di Semenanjung Iberia, akan tetapi juga di Maroko. Momentum ini dimanfaatkan oleh kaum Kristen untuk menuntaskan Reconguesta.[8] Lambat laun Spanyol muslim terpecah menjadi sejumlah wilayah yang dikuasai raja-raja Kristen, dan beberapa raja kecil Muslim.[9] Pasukan Kristen melakukan serangkaian serangan yang dipimpin oleh Ferdinand III raja Castille sejak 1217 dan Leon sejak 1230 (hingga meninggalnya pada 1252).[10] Gabungan keduanya memberikan dorongan khusus bagi jalannya Reconguesta.[11] Usaha Ferdinand III dari Castille terlihat dari keberhasilannya menduduki Cordoba pada tahun 1236, Jaen pada 1246, dan Seville pada 1248. Ia Juga merebut Acros, Medina-Sidonia, Jerez dan Cadiz.[12] Jatuhnya Seville pada 1248 menandai periode akhir dari kekuasaan Islam di Spanyol dengan satu pengecualian, yaitu munculnya dinasti Nasrid di Granada.[13] Dinasti ini mulai tampak ketika Muwahhidun berada pada titik paling bawah dalam upaya mempertahankan kekuasaannya atas rongrongan pasukan Kristen.
Menjelang tahun 1252, kekusaan Muwahhidun hampir tamat. Pada tahun 1294, Sancho IV merebut Tarifa, yang merupakan kota penting untuk menguasai Selat Gibraltar. Wilayah kekuasaan muslim yang tersisa adalah Granada, Almeria, dan Malaga.[14] Ibukota Islam di Spanyol yang semula di Cordoba terpaksa dipindahkan ke Granada.[15] Nasrid dari Granada merupakan dinasti yang paling menonjol, dan menjadi representasi terakhir dari otoritas muslim di semenanjung itu.[16] Wilayah yang menjadi kontrol muslim hanya meiliputi beberapa bagian kecil di bawah kekuasaan Dinasti Nasrid.[17] Berbagai upaya dilakukan Muhammad ibn Yusuf ibn Nasr, pendiri dinasti ini, mempertahankan Islam di Spanyol. Hal ini diawali dengan keikut sertaan Muhammad bin Nasr dengan pasukan Kristen dan berencana merebut sebuah negara di sekitar Granada yang sampai tingkat tertentu, berhasil bangkit dan melanjutkan kejayaan Seville. Selama dua setengah abad berikutnya ia menjadi pahlawan Islam karena perjuangannya melawan kekuatan Kristen yang sedang tumbuh.[18]

B.     Ibnu Ahmar dan Masa Awal Dinasti Nasrid
Selama periode kemunduran dan perpecahan penguasa Muslim di Spanyol, ditambah ketika beberapa pemimpin Muslim diremehkan kepemimpinannya, Muhammad ibn Yusuf ibn An-Nasr, seorang keturunan Arab yang memimpin Bani Ahmar, ketika itu menjadi pemimpin sebuah kota kecil Arjona di Spanyol Selatan memproklamirkan dirinya sebagai amir.[19] Dia melakukannya bertepatan pada tanggal 25 Dulqa’ida 627/5 Oktober 1230 di Arjona, kemudian mendirikan sebuah dinasti yang menguasai Granada hingga 1492.[20] Ia adalah keturunan dari suku Kharaz di Madinah.[21] Ia berhasil menguasai Granada dan mempertahankannya.[22] Sebelumnya, sekitar 1231 ia ditempatkan sebagai pemerintah di Jaen, dan pada 1235 meluaskan pemerintahan hingga Granada dan menjadikannya sebagai Ibukota.[23] Oleh orang Arab, Granada-tak ada kota lain di Spanyol yang lebih disenangi karena iklim dan kenyamanannya untuk dihuni-dianggap sama dengan Damaskus. Selain Muslim, banyak orang Suriah dan Yahudi yang telah bermukim di sana.[24] Muhammad I memerintah rakyat yang beragam dari budaya hingga agamanya, ia menjadi penguasa Granada setelah berhasil mendudukinya atas bantuan raja Ferdinand III dari Castille.
Ketika Ferdinad III menyerang Arjon, melumpuhkan di Vega di Granada, dan mengepung Jaen, muncul seorang raja baru, dengan langkah yang tidak terduga sebelumnya, muncul mendahului Ferdinand III di Jaen serta menyatakan bahwa ia adalah Rajanya. Ia menyerahkan Jaen dan menandatangani kesepakatan gencatan senjata selama 20 tahun dengan syarat membayar upeti kepada Raja Ferdinand III sebesar 150.000 maravedíes.[25] Setelah itu, Muhammad bersekutu dengan Kristen dan berencana merebut sebuah negara di sekitar Gradana serta menuai kemenangan.[26] Setelah itu Granada menjadi negara bagian pada 1238 yang dipimpin oleh Muhammad bin Nasr yang mendirikan Dinasti Nasrid atau Dinasati Ahmar. Nama ini diambil dari julukan Muhammad I yang diketahui sebagai Ibn Al-Ahmar (The Red Man) karena rambutnya yang berwarna merah.[27] Mereka membayar upeti kepada raja-raja Kristen dan bersekutu dalam peperangan melawan pemberontakan Muslim di bawah kekuasaan  Kristen. Pada awalnya Emirat Granada menghubunga rute perdagangan antara Eropa dan Maroko. Akan tetapi, wilayah kerajaan ini semakin lama semakin mengecil karena serangan pasukan Castille.[28]
Ia mendapat gelar Al-Ghalib Billah (sang Pemenang dengan bantuan Allah) atas kekuatan dan kemenangannya menaklukkan Granada.[29] Ia menjadikan Granada sebagai pusat pemerintahan Muslim ketika itu. Ia mulai membangun sendi-sendi peradaban Dinasti Nasrid yang bertahan hingg dua abad ke depan. Al-Ghalib membangun sebuah istana di atas puing-puing reruntuhan benteng Umayyah, istana tersebut sangat terkenal di dunia bernama Al-Hamrâ’ (Spanyol: Alhamra, yang merah).[30] Ia juga membangun jalan, berbagai jembatan, sekolah-sekolah dan banyak rumah sakit. Ia memperbaiki perdagangan, sistem pertanian, dan industri. Alhamra ia bangun di kaki gunung Sierra Nevada (the Mountains of the Moon). Ia membangun kanal untuk membendung air sungai Darro yang kemudian menopang pasokan air di Granada.[31] Ia menjalankan pemerintahan dengan sangat hati-hati, ia mengembangkan kebijakan dengan membantu pasukan Kristen menghadapi pemberontak Muslim Lokal dan menyediakan pasukan bayaran bagi Muslim Afrika Utara.[32] Muhammad I menetapkan bahasa Arab sebagai Bahasa resmi negara, Bahasa ini merupakan Bahasa tradisional sebagian besar penduduknya.[33] ia menjalankan pemerintahan selama 42 tahun, dan meniggal pada 1272 M,[34] ketika bertempur dengan Ibnu Hud dari Los Penascales.[35]

C.    Periode Kejayaan
Sepeninggalan Muhammad an-Nasr (Muhammad I), ia digantikan oleh putranya, Muhammad II, selanjutnya selama hampir dua abad lebih, Dinasti Nasrid dipimpin oleh 23 Sultan secara bergantian. Rentang waktu yang panjang tersebut menghadirkan kemajuan peradaban Islam ketika mamasuki periode akhir di Spanyol. Selama 1230-1429, Sultan-sultan Nasrid berupaya menerapkan kebijaksanaan yang menyeimbangkan antara pihak Kristen dan Mariniyah Fez,[36] intervensi dari pihak Mariniah ke Granada digagalkan dengan dikalahkannya Sultan Abu Al-Hasan Ali oleh Alfonso XI dari castille di Rio Salado pada tahun 741/1340.[37] Hal ini membantu eksistensi kekuatan Bani Ahmar yang sedang tumbuh di Spanyol. Dinasti ini berkuasa cukup lama. Saat Eropa masih dalam kegelapan, Dinasti Nasrid menyalurkan sinar keilmuannya ke Eropa.[38] Meskipun sedikit sumber yang menyatakan periode kejayaan Dinasti Nasrid, tetapi pendapat ini tentu dapat dijadikan gambaran bahwa sepeninggalan Muhammad I, Dinasti Nasrid juga mengembangkan sebuah pemerintahan yang sangat penting bagi Islam di Spanyol.
Muhammad II, pengganti Ibnu Ahmar, adalah seorang yang menguatkan hukum Islam. Dia menyebut dirinya sebagai seorang ahli hukum, dan terkenal sebagai Al-Faqh.[39] Dia adalah seorang pemberani yang berhasil menaklukkan dua Dinasti yang berusaha menggulingkan kekuasaannya, ia dibantu oleh raja Alfonso.[40] Muhammad II hanya berkuasa sekitar tiga tahun, masanya lebih diarahkan untuk mengatasi serangan Kristen ke Granada sekaligus membendung kekuatan Marinid, awalnya Muhammad II menjalin kerjasama dengan Abu Yusuf Yaqub dari Maroko, akan tetapi pasukan Marinid membelot dan balik memerangai kekuatan Granada dengan sekutunya, Alfonso X dari Castille. Akan tetapi hal ini dapat dibendung oleh pasukan Muhammad II, serta didukung letak geografis pusat pemerintahan Dinasti Nasrid yang dikelilingi pegunungan. Muhammada II meninggal pada tahun 1302 M. Masa pemerintahannya diwarnai dengan banyak pemberontakan dari berbagai pihak.[41]
Kejayaan Dinasti Nasrid ditandai dengan berbagai pembangunan dan hal-hal lainnya. Al-Hambra selesai direnovasi pada masa Muhammad III dan menjadi salah satu monumen arsitektur Spanyol.[42] Granada menjadi mata ratai jalur perdagangan antara Eropa dan dunia Muslim, terutama dalam perdagangan emas dengan wilayah  sub-Sahara di Afrika.[43] Kemajuan perniagaan ini, terutama perdagangan sutera dengan Italia, menjadikan Granada sebagai kota paling makmur di Spanyol. Di bawah Dinasti Nasrid, ibukota menjadi semacam suaka bagi orang Islam yang menyelamatkan diri dari Kristen, sekaligus mewarisi taradisi Cordoba, yakni sebagai rumah seni dan sains.[44] Meskipun posisinya tidak menentu, selama dua setengah abad Granada menjadi pusat peradaban Muslim, yang menarik cendekiawan dan sastrawan dari segenap penjuru Barat Muslim.[45] Granada adalah “Universitas” terbuka bagi seluruh pihak untuk mengembangkan keilmuan pada waktu itu.
Kemajuan dalam bidang sastra dan keilmuan nampak menonjol pada pemerintahan Muhammad IV. Pada masa ini lahirlah sastrawam dan cendekiawan semisal Abu Hayyan (1257-1344) serta Lisan ad-Din ibn al Katib (1313-1374) yang menulis beberapa karangan, terutama Raqm al-Hulal fi-Nizam ad-Duwal.[46] Pada masa ini pula, Ibnu Khaldun menjadi diplomat Muhammad IV dan Lisan ad-Din ibn al Katib menjadi wazirnya, masa ini Granada mencetak salah satu ahli sastra terbesar di dunia.[47] Kejayaan Dinasti Nasrid juga terlihat dari perkembangan arsitekturnya. Puncaknya pada masa  Abu Hajjaj Yusuf (1333-1354) dan Muhammad al-Ghani (1354-1359), mereka merombak istana Al-Hambra dan mendirikan Istana Singa yang megah. Keindahan arsitektur yang dikembangkan keduanya, menjadi ciri khas bagi arsitektur Muslim Barat.[48] Hal ini ditambah dengan kreatifitas seni orang-orang Mudejar (Mudejar Arts) yang memadukan ciri arsitektur Kristen dengan Islam.[49] Kemajuan ini adalah gemerlap terakhir Muslim Spanyol sebelum ditaklukkan oleh Kristen, setelah Sultan Muhammad XIII (Boabdil) menyerah pada kekuasaan Katholik Spanyol.[50]
BAB III
PENUTUP
Uraian di atas telah mencoba menjelaskan mengenai proses berdirinya Dinasti Nasrid hingga masa kejayaann. Meskipun referensi yang tersedinya tidak cukup banyak, tetapi dapat kita garis bawahi beberapa poin dari penjelasan di atas. Pertama, berdirinya dinasti Nasrid tidak dapat dilepaskan dari kondisi Dinasti Muwahhidun yang memasuki masa kemunduran akibat serangan dari pihak Kristen Spanyol. Kekalahan Muwahhidun pada perang mempertahanlan wilayah, merangsang beberapa kerajaan kecil memerdekaan diri. Kedua, pendiri Dinasti Nasrid merupakan orang keturunan Arab, yaitu Muhammad bin Yusuf bin an-Nasr, ia mendapat julukan Ahmar yang menjadi sebutan lain bagi Dinasti yang ia dirikan. Muhammad I menjadi penguasa wilayah Granada setelah ia bekerjasama dengan pihak Kristen, Ferdinad III ketika ia melakukan ekspansi dalam menjalankan misi Reconguesta.
Ketiga, masa kejayaan Dinasti Nasrid dinyatakan dengan kemajuan dalam bidang pendidikan, arsitektur, sains, dan sastra. Meskipun tidak cukup sumber yang membahas mengenai Golden Age of Nasrid Dynasty, tetapi dengan sisa-sisa peradaban yang ditemukan masa kini, membuktikan bahwa Dinasti Nasrid merupakan sebuah Dinasti yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Islam di Spanyol. Terakhir, dinasti ini memiliki hubungan baik dengan kerajaan Kristen, yang mana hal ini menjadi sebab utama mengapa Dinasti Nasrid mampu bertahan selama dua abad lebih di Spanyol.
Daftar Pustaka
Antonio, Muhammad Safii dkk. 2012. Ensiklopedi Peradaban Islam Vol.IX; Andalusia. Jakarta: Tazkia Publishing.
Boswort, C.E. 1993. The Islamic Dynasties trj. Ilyas Hasan. Bandung: Mizan.
Hasan, Masudul. 1995. History of Islam; Classical Period 1206-1900 C.E. Delhi: Adam Publisher  and Distributer.
Hitti, Philip K. 2010.  History of The Arabs; From The Earliest Times to The Present  trj. R. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Holt, P. M. e.a. 1970. The Cambridge History of Islam Vol.II. New York: Cambridge University Press.
Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Bagaskara.
Watt, W. Montgomerry, and Pierre Cachia. 1965. A History of Islamic Spain. Edinburgh: Edinburgh University Press.


[1]Masudul Hasan,History of Islam; Classical Period 1206-1900 C.E,(Delhi: Adam Publisher  and Distributer,1995),hlm,65.
[2] Penulis selanjutnya menyebut Nasrid
[3]Periode akhir Muwahhidun diwarnai dengan banyaknya pemberontakan dari kelompok Kristen yang ingin mengkristenkan kembali Andalusia. Kegiatan ini dikenal dengan Reconquest atau Reconquesta, Muwahhidun mendapat serangan yang besar dari pemimpin Castille, Alfonso VIII, dan berhasil merebut beberapa wilayah starategis pemerintahan Islam pada masa Dinasti Muwahhidun.
[4]P. M. Holt e.a,The Cambridge History of Islam Vol II,(New York: Cambridge University Press,1970),hlm,428.
[5]Philip K. Hitti,History of The Arabs; From The Earliest Times to The Present  trj. R. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Slamet Riyadi,(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,2010),hlm,698.
[6]Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi Peradaban Islam Vol.IX; Andalusia,(Jakarta: Tazkia Publishing,2012),hlm,151. Bandingkan dengan P.K Hitti menuliskan hanya 1000 orang tentara Islam yang berhasil lolos dari sekitar 600.000 tentara yang berusaha melarikan diri.
[7] Philip K. Hitti,History,hlm,698.
[8] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,152.
[9] Philip K. Hitti,History,hlm,698.
[10] W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A History of Islamic Spain,(Edinburgh: Edinburgh University Press,1965),hlm,111.
[11] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,428.
[12] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,152.
[13]W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A History,hlm,111.
[14] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,152.
[15] M. Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,(Yogyakarta: Bagaskara,2007),hlm,244.
[16] Philip K. Hitti,History,hlm,698.
[17] Masudul Hasan,History,hlm,65.
[18] Philip K. Hitti,History,hlm,699.
[19] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[20] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,429. Masudul Hasan berpendapat bahwa Dinasti Nasrid berkuasan selama 262 tahun sejak 1230 hingga 1349 M, mungkin terjadi salah penulisan tahun dalam buku ini,Masudul Hasan,History,hlm,68.
[21] Philip K. Hitti,History,hlm,698. Dinasti Nasriyah mengaku sebagai keturunan Sa’ad bin Ubadah, kepala suku Kharaz dan salah seorang sahabat Rasulullah.  Suku Kharaz merupakan salah satu suku Arab Qahtan, yang berasal dari wilayah selatan Semenanjung  Arab. Silsilahnya dapat diruntut dari nenek moyangnya yaitu Yȗsul al-Ahmar bin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Khamees bin Nasr bin Muhammad bin Nusair bin Alȋ bin Yahyâ bin Sa’d bin Qais bin Sa’d bin Ubâdah bin Dulaim bin Hâritsah bin Abȋ Hâzimah bin Tsa’labah bin rif bin al-Khazraj bin Sâ’idah bin Ka’b bin al-Khajraz bin Hâritsah bin Tsa’labah bin Amr bin Âmir bin Hâritsah bin Imri al-Qais bin Tsa’labah bin Mâzin bin Al-Azd bin Al-Ghauts bin Nabt bin Mâlik bin Zaid bin Kahlân bin Saba’ bin Yasyjub bin Ya’rub bin Qahtân. Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,160.
[22] C.E Boswort,The Islamic Dynasties trj. Ilyas Hasan,(Bandung: Mizan,1993),hlm,39.
[23] W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A History,hlm,111.
[24] Philip K. Hitti,History,hlm,698.
[25] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,429.
[26] Philip K. Hitti,History,hlm,699.
[27] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[28] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,156.
[29] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[30] Philip K. Hitti,History,hlm,699.
[31] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[32] W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A History,hlm,111.
[33] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,157.
[34] Masudul Hasan,History,hlm,68
[35] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,429
[36] Merupakan persatuan suku-suku di Afrika yang menguasai bekas wilayah Muwahhidun di Maroko. Dinasti Marinid juga berusaha merebut kembali bekas wilayah Muwahhidun di Semenanjung Iberia.
[37] C.E Boswort,The Islamic,hlm 41.  Sebagian menulis bahwa Perang ini dipimpin oleh Sancho IV , cucu Ferdinad, dan Alfonso IV dari Portugal yang merupakan perang terakhir antara Kristen dan Muslim di Semenanjung Iberia, Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,153.
[38] M. Abdul Karim,Sejarah,hlm,245.
[39] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[40] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,430.
[41] Masudul Hasan,History,hlm,69.
[42] Philip K. Hitti,History,hlm,699.
[43] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,157.
[44] Philip K. Hitti,History,hlm,700.
[45] C.E Boswort,The Islamic,hlm 41.
[46] W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A History,hlm,155-156
[47] C.E Boswort,The Islamic,hlm 41.
[48] Philip K. Hitti,History,hlm,761-762.
[49] W. Montgomerry Watt and Pierre Cachia,A History,hlm,163.
[50] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,160.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar