BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Andalusia
atau Spanyol masa kini, merupakan wilayah yang tidak dapat dipisahkan dari
proses perkembangan Islam di dunia. Islam Spanyol pada masa lalu, telah
mengilhami Eropa untuk melakukan pembaruan di berbagai sektor. Sejarawan
menulis bahwa ketika Spanyol telah terang dengan keilmuan dan perkembangan
peradaban, wilayah di belahan Eropa yang lain mengalami kegelapan yang
menjerumuskan. Muslim Spanyol menjadi rujukan bagi calon ilmuan Eropa yang
ingin mendapatkan angin segar ilmu pengetahuan. Islam telah menorehan sejarah
yang gemilang bagi tanah air beberapa pemain bola yang populer masa kini.
Tercatat dalam sejarah, bahwa pemerintahan Islam di Andalusia bertahan cukup
lama, hal ini tidak dapat dipungkiri dari sisa-sisa peradaban Islam di Spanyol
hingga dewasa kini. Sejak Muhammad Ad-Dakhil berhasil menguasai semenanjung
Iberia dan mendirikan Daulat Umayyah II di Andalusia, Ia telah menyumbangkan
sebuah jalan sejarah yang perlu dipelajari. Selanjutnya Islam Andalus terbagi
dalam Muluk at-Tawaif, hingga
lahirnya kekuatan dari Afrika yang berkuasa di Andalus, yaitu Murabhitun dan
Muwahhidun, hingga yang terakhir Dinasti Ahmar sebagai simbol pemerintahan
Islam terakhir di Spanyol.
Setelah
Muwahhidun runtuh akibat berbagai faktor interal dan eksternalnya, lahirnya
sebuah kekuatan baru yang menaungi Muslim Spanyol. Kekuatan ini dibawa oleh
seorang keturunan Arab dan terkenal dengan julukan “Lelaki Merah”. Dinasti yang ia dirikan menjadi dinasti
terakhir yang dipimpin oleh Muslim di Spanyol. Masa bakti dinasti ini juga
cukup lama, hampir dua abad lebih. Hal ini merupakan suatu hasil yang hebat mengingat
pada saat itu, gerakan pembaruahn di Spanyol sedang getol-getolnya dilaksanakan
oleh beberapa raja-raja Kristen. Dinasti Ahmar atau dalam literatur Barat
disebut Nasrid, dengan segala tantangan dan kondisi politik serta sosial
Andalusia yang terdegradasi, mampu memperlihatkan suatu tatanan yang indah dari
kekuatan Muslim. Meskipun akhirnya kalah oleh pasukan Kristen, akan tetapi jasa
besar Dinsti ini tidak dapat dilupakan begitu saja. Makalah ini menguraikan
peran serta Dinasti Nasrid dalam mempertahankan Islam dalam periode akhir
kekuasaan Muslim di Spanyol. Pembahasan dalam makalah ini kami batasi hingga
sampai masa kejayaan Dinasti Ahmar, yang hari ini hasil peradabannya masih
terlihat megah dan berdiri kokoh dalam wujud Istana Alhamra di Granada.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana proses berdirinya Dinasti Nasrid/Ahmar?
2.
Sipakan pendiri dinasti tersebut?
3.
Bagaimana periode kejayaan Dinasti Nasrid/Ahmar?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Kronologi
Berdirinya Dinasti Nasrid
Menjelang abad ke-13 kekuasaan Muslim di Spanyol
hanya meliputi Spanyol Selatan, sedangkan kekuasaan Islam di Spanyol Utara
telah hilang.[1]
Daerah ini hanya meliputi Granada yang dipimpin oleh seorang keturunan Arab,
yaitu Muhammad bin Yusuf ibn Nasr, yang mendirikan Dinasti Nasriyah[2]
atau Dinasti Ahmar. Hal ini seiring dengan
kekalahan Dinasti Muwahhidun, serta jatuhnya beberapa wilayah ke tangan
penguasa Kristen.[3]
Puncaknya, ketika pada musim semi 1212, bertepatan pada 14 Safar 609/16 Juli 1212,
Alfonso VIII dan Khalifah An-Nashir melakukan pertempuraan besar di Las Navas
de Tolosa (al-Uqab), ketika an-Nashir
menyeberang semenanjung Iberia.[4]
Peperangan ini menjadi titik balik (turning
point) bagi pemerintahan Muslim di Andalusia. Pasukan Muwahhidun mengalami
kekalahan besar pada pertempuran tersebut, perang Las Navas de Tolosa mengakibatkan
Muwahhidun terusir dari semenanjung itu. Pertempuran ini terjadi kir-kira 119
km arah timur Cordoba. Tentara Kristen, yang terdiri pasukan Aragon bersama
rajanya, pasukan Navarre beserta rajanya, dan satu unit pasukan elite Portugal
bersama beberapa kesatria, dipimpin oleh Alfonso VIII dari Castille. Pihak
muslim dipimpin langsung oleh Khalifah Muhammad Nashir.[5] Pasukan muslim menderita kekalahan besar
dengan 100.000 korban.[6]
An-Nashir sendiri menyelamatkan diri ke Maroko, dan meninggal dunia dua tahun
kemudian.[7]
Kekalahan besar Muwahhidun dalam perang ini
menyurutkan kekuasaan dinasti ini dalam dekade sesudahnya, tidak hanya di Semenanjung
Iberia, akan tetapi juga di Maroko. Momentum ini dimanfaatkan oleh kaum Kristen
untuk menuntaskan Reconguesta.[8]
Lambat laun Spanyol muslim terpecah menjadi sejumlah wilayah yang dikuasai
raja-raja Kristen, dan beberapa raja kecil Muslim.[9] Pasukan
Kristen melakukan serangkaian serangan yang dipimpin oleh Ferdinand III raja
Castille sejak 1217 dan Leon sejak 1230 (hingga meninggalnya pada 1252).[10] Gabungan
keduanya memberikan dorongan khusus bagi jalannya Reconguesta.[11]
Usaha Ferdinand III dari Castille terlihat dari keberhasilannya menduduki
Cordoba pada tahun 1236, Jaen pada 1246, dan Seville pada 1248. Ia Juga merebut
Acros, Medina-Sidonia, Jerez dan Cadiz.[12] Jatuhnya
Seville pada 1248 menandai periode akhir dari kekuasaan Islam di Spanyol dengan
satu pengecualian, yaitu munculnya dinasti Nasrid di Granada.[13]
Dinasti ini mulai tampak ketika Muwahhidun berada pada titik paling bawah dalam
upaya mempertahankan kekuasaannya atas rongrongan pasukan Kristen.
Menjelang tahun 1252, kekusaan Muwahhidun hampir
tamat. Pada tahun 1294, Sancho IV merebut Tarifa, yang merupakan kota penting
untuk menguasai Selat Gibraltar. Wilayah kekuasaan muslim yang tersisa adalah
Granada, Almeria, dan Malaga.[14] Ibukota
Islam di Spanyol yang semula di Cordoba terpaksa dipindahkan ke Granada.[15]
Nasrid dari Granada merupakan dinasti yang paling menonjol, dan menjadi
representasi terakhir dari otoritas muslim di semenanjung itu.[16]
Wilayah yang menjadi kontrol muslim hanya meiliputi beberapa bagian kecil di
bawah kekuasaan Dinasti Nasrid.[17]
Berbagai upaya dilakukan Muhammad ibn Yusuf ibn Nasr, pendiri dinasti ini,
mempertahankan Islam di Spanyol. Hal ini diawali dengan keikut sertaan Muhammad
bin Nasr dengan pasukan Kristen dan berencana merebut sebuah negara di sekitar
Granada yang sampai tingkat tertentu, berhasil bangkit dan melanjutkan kejayaan
Seville. Selama dua setengah abad berikutnya ia menjadi pahlawan Islam karena
perjuangannya melawan kekuatan Kristen yang sedang tumbuh.[18]
B. Ibnu Ahmar dan Masa
Awal Dinasti Nasrid
Selama periode kemunduran dan perpecahan penguasa
Muslim di Spanyol, ditambah ketika beberapa pemimpin Muslim diremehkan
kepemimpinannya, Muhammad ibn Yusuf ibn An-Nasr, seorang keturunan Arab yang
memimpin Bani Ahmar, ketika itu menjadi pemimpin sebuah kota kecil Arjona di
Spanyol Selatan memproklamirkan dirinya sebagai amir.[19] Dia
melakukannya bertepatan pada tanggal 25 Dulqa’ida 627/5 Oktober 1230 di Arjona,
kemudian mendirikan sebuah dinasti yang menguasai Granada hingga 1492.[20] Ia
adalah keturunan dari suku Kharaz di Madinah.[21] Ia
berhasil menguasai
Granada dan mempertahankannya.[22] Sebelumnya,
sekitar 1231 ia ditempatkan sebagai pemerintah di Jaen, dan pada 1235 meluaskan
pemerintahan hingga Granada dan menjadikannya sebagai Ibukota.[23] Oleh
orang Arab, Granada-tak ada kota lain di Spanyol yang lebih disenangi karena
iklim dan kenyamanannya untuk dihuni-dianggap sama dengan Damaskus. Selain
Muslim, banyak orang Suriah dan Yahudi yang telah bermukim di sana.[24]
Muhammad I memerintah rakyat yang beragam dari budaya hingga agamanya, ia
menjadi penguasa Granada setelah berhasil mendudukinya atas bantuan raja Ferdinand
III dari Castille.
Ketika Ferdinad III menyerang Arjon, melumpuhkan di
Vega di Granada, dan mengepung Jaen, muncul seorang raja baru, dengan langkah
yang tidak terduga sebelumnya, muncul mendahului Ferdinand III di Jaen serta
menyatakan bahwa ia adalah Rajanya. Ia menyerahkan Jaen dan menandatangani
kesepakatan gencatan senjata selama 20 tahun dengan syarat membayar upeti
kepada Raja Ferdinand III sebesar 150.000 maravedíes.[25] Setelah
itu, Muhammad bersekutu dengan Kristen dan berencana merebut sebuah negara di
sekitar Gradana serta menuai kemenangan.[26]
Setelah itu Granada menjadi negara bagian pada 1238 yang dipimpin oleh Muhammad
bin Nasr yang mendirikan Dinasti Nasrid atau Dinasati Ahmar. Nama ini diambil
dari julukan Muhammad I yang diketahui sebagai Ibn Al-Ahmar (The Red Man) karena rambutnya yang
berwarna merah.[27]
Mereka membayar upeti kepada raja-raja Kristen dan bersekutu dalam peperangan
melawan pemberontakan Muslim di bawah kekuasaan
Kristen. Pada awalnya Emirat Granada menghubunga rute perdagangan antara
Eropa dan Maroko. Akan tetapi, wilayah kerajaan ini semakin lama semakin
mengecil karena serangan pasukan Castille.[28]
Ia mendapat gelar Al-Ghalib Billah (sang Pemenang dengan bantuan Allah) atas kekuatan
dan kemenangannya menaklukkan Granada.[29]
Ia menjadikan Granada sebagai pusat pemerintahan Muslim ketika itu. Ia mulai
membangun sendi-sendi peradaban Dinasti Nasrid yang bertahan hingg dua abad ke
depan. Al-Ghalib membangun sebuah istana di atas puing-puing reruntuhan benteng
Umayyah, istana tersebut sangat terkenal di dunia bernama Al-Hamrâ’
(Spanyol: Alhamra, yang merah).[30]
Ia juga membangun jalan, berbagai jembatan, sekolah-sekolah dan banyak rumah
sakit. Ia memperbaiki perdagangan, sistem pertanian, dan industri. Alhamra ia
bangun di kaki gunung Sierra Nevada (the
Mountains of the Moon). Ia membangun kanal untuk membendung air sungai
Darro yang kemudian menopang pasokan air di Granada.[31]
Ia menjalankan pemerintahan dengan sangat hati-hati, ia mengembangkan kebijakan
dengan membantu pasukan Kristen menghadapi pemberontak Muslim Lokal dan
menyediakan pasukan bayaran bagi Muslim Afrika Utara.[32]
Muhammad I menetapkan bahasa Arab sebagai Bahasa resmi negara, Bahasa ini
merupakan Bahasa tradisional sebagian besar penduduknya.[33] ia
menjalankan pemerintahan selama 42 tahun, dan meniggal pada 1272 M,[34]
ketika bertempur dengan Ibnu Hud dari Los Penascales.[35]
C. Periode Kejayaan
Sepeninggalan Muhammad an-Nasr (Muhammad I), ia digantikan
oleh putranya, Muhammad II, selanjutnya selama hampir dua abad lebih, Dinasti
Nasrid dipimpin oleh 23 Sultan secara bergantian. Rentang waktu yang panjang
tersebut menghadirkan kemajuan peradaban Islam ketika mamasuki periode akhir di
Spanyol. Selama 1230-1429, Sultan-sultan Nasrid berupaya menerapkan
kebijaksanaan yang menyeimbangkan antara pihak Kristen dan Mariniyah Fez,[36]
intervensi dari pihak Mariniah ke Granada digagalkan dengan dikalahkannya
Sultan Abu Al-Hasan Ali oleh Alfonso XI dari castille di Rio Salado pada tahun
741/1340.[37]
Hal ini membantu eksistensi kekuatan Bani Ahmar yang sedang tumbuh di Spanyol.
Dinasti ini berkuasa cukup lama. Saat Eropa masih dalam kegelapan, Dinasti
Nasrid menyalurkan sinar keilmuannya ke Eropa.[38]
Meskipun sedikit sumber yang menyatakan periode kejayaan Dinasti Nasrid, tetapi
pendapat ini tentu dapat dijadikan gambaran bahwa sepeninggalan Muhammad I,
Dinasti Nasrid juga mengembangkan sebuah pemerintahan yang sangat penting bagi
Islam di Spanyol.
Muhammad II, pengganti Ibnu Ahmar, adalah seorang
yang menguatkan hukum Islam. Dia menyebut dirinya sebagai seorang ahli hukum,
dan terkenal sebagai Al-Faqh.[39] Dia
adalah seorang pemberani yang berhasil menaklukkan dua Dinasti yang berusaha
menggulingkan kekuasaannya, ia dibantu oleh raja Alfonso.[40]
Muhammad II hanya berkuasa sekitar tiga tahun, masanya lebih diarahkan untuk
mengatasi serangan Kristen ke Granada sekaligus membendung kekuatan Marinid,
awalnya Muhammad II menjalin kerjasama dengan Abu Yusuf Yaqub dari Maroko, akan
tetapi pasukan Marinid membelot dan balik memerangai kekuatan Granada dengan
sekutunya, Alfonso X dari Castille. Akan tetapi hal ini dapat dibendung oleh
pasukan Muhammad II, serta didukung
letak geografis pusat pemerintahan Dinasti Nasrid yang dikelilingi pegunungan.
Muhammada II meninggal pada tahun 1302 M. Masa pemerintahannya diwarnai dengan
banyak pemberontakan dari berbagai pihak.[41]
Kejayaan Dinasti Nasrid ditandai dengan berbagai
pembangunan dan hal-hal lainnya. Al-Hambra selesai direnovasi pada masa
Muhammad III dan menjadi salah satu monumen arsitektur Spanyol.[42]
Granada menjadi mata ratai jalur perdagangan antara Eropa dan dunia Muslim,
terutama dalam perdagangan emas dengan wilayah
sub-Sahara di Afrika.[43]
Kemajuan perniagaan ini, terutama perdagangan sutera dengan Italia, menjadikan
Granada sebagai kota paling makmur di Spanyol. Di bawah Dinasti Nasrid, ibukota
menjadi semacam suaka bagi orang Islam yang menyelamatkan diri dari Kristen,
sekaligus mewarisi taradisi Cordoba, yakni sebagai rumah seni dan sains.[44]
Meskipun posisinya tidak menentu, selama dua setengah abad Granada menjadi
pusat peradaban Muslim, yang menarik cendekiawan dan sastrawan dari segenap
penjuru Barat Muslim.[45]
Granada adalah “Universitas” terbuka bagi seluruh pihak untuk mengembangkan
keilmuan pada waktu itu.
Kemajuan dalam bidang sastra dan keilmuan nampak
menonjol pada pemerintahan Muhammad IV. Pada masa ini lahirlah sastrawam dan
cendekiawan semisal Abu Hayyan (1257-1344) serta Lisan ad-Din ibn al Katib
(1313-1374) yang menulis beberapa karangan, terutama Raqm al-Hulal fi-Nizam ad-Duwal.[46]
Pada masa ini pula, Ibnu Khaldun menjadi diplomat Muhammad IV dan Lisan
ad-Din ibn al Katib menjadi wazirnya, masa ini Granada mencetak salah satu ahli
sastra terbesar di dunia.[47]
Kejayaan Dinasti Nasrid juga terlihat dari perkembangan arsitekturnya.
Puncaknya pada masa Abu Hajjaj Yusuf
(1333-1354) dan Muhammad al-Ghani (1354-1359), mereka merombak istana Al-Hambra
dan mendirikan Istana Singa yang megah. Keindahan arsitektur yang dikembangkan
keduanya, menjadi ciri khas bagi arsitektur Muslim Barat.[48]
Hal ini ditambah dengan kreatifitas seni orang-orang Mudejar (Mudejar Arts) yang memadukan ciri
arsitektur Kristen dengan Islam.[49]
Kemajuan ini adalah gemerlap terakhir Muslim Spanyol sebelum ditaklukkan oleh
Kristen, setelah Sultan Muhammad XIII (Boabdil) menyerah pada kekuasaan
Katholik Spanyol.[50]
BAB
III
PENUTUP
Uraian di atas telah
mencoba menjelaskan mengenai proses berdirinya Dinasti Nasrid hingga masa
kejayaann. Meskipun referensi yang tersedinya tidak cukup banyak, tetapi dapat
kita garis bawahi beberapa poin dari penjelasan di atas. Pertama, berdirinya
dinasti Nasrid tidak dapat dilepaskan dari kondisi Dinasti Muwahhidun yang memasuki
masa kemunduran akibat serangan dari pihak Kristen Spanyol. Kekalahan
Muwahhidun pada perang mempertahanlan wilayah, merangsang beberapa kerajaan
kecil memerdekaan diri. Kedua, pendiri Dinasti Nasrid merupakan orang keturunan
Arab, yaitu Muhammad bin Yusuf bin an-Nasr, ia mendapat julukan Ahmar yang
menjadi sebutan lain bagi Dinasti yang ia dirikan. Muhammad I menjadi penguasa
wilayah Granada setelah ia bekerjasama dengan pihak Kristen, Ferdinad III
ketika ia melakukan ekspansi dalam menjalankan misi Reconguesta.
Ketiga, masa kejayaan
Dinasti Nasrid dinyatakan dengan kemajuan dalam bidang pendidikan, arsitektur,
sains, dan sastra. Meskipun tidak cukup sumber yang membahas mengenai Golden Age of Nasrid Dynasty, tetapi
dengan sisa-sisa peradaban yang ditemukan masa kini, membuktikan bahwa Dinasti
Nasrid merupakan sebuah Dinasti yang sangat berpengaruh bagi perkembangan Islam
di Spanyol. Terakhir, dinasti ini memiliki hubungan baik dengan kerajaan
Kristen, yang mana hal ini menjadi sebab utama mengapa Dinasti Nasrid mampu
bertahan selama dua abad lebih di Spanyol.
Daftar
Pustaka
Antonio, Muhammad Safii
dkk. 2012. Ensiklopedi Peradaban Islam
Vol.IX; Andalusia. Jakarta: Tazkia Publishing.
Boswort, C.E. 1993. The Islamic Dynasties trj. Ilyas Hasan.
Bandung: Mizan.
Hasan, Masudul. 1995. History of Islam; Classical Period 1206-1900 C.E. Delhi: Adam
Publisher and Distributer.
Hitti, Philip K.
2010. History of The Arabs; From The Earliest Times to The Present trj. R. Cecep Lukman Hakim dan Dedi Slamet
Riyadi. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Holt, P. M. e.a. 1970. The Cambridge History of Islam Vol.II. New
York: Cambridge University Press.
Karim, M. Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:
Bagaskara.
Watt, W. Montgomerry,
and Pierre Cachia. 1965. A History of
Islamic Spain. Edinburgh: Edinburgh University Press.
[1]Masudul Hasan,History of Islam; Classical Period 1206-1900
C.E,(Delhi: Adam Publisher and
Distributer,1995),hlm,65.
[2] Penulis selanjutnya menyebut
Nasrid
[3]Periode akhir Muwahhidun diwarnai
dengan
banyaknya pemberontakan dari kelompok Kristen yang ingin mengkristenkan kembali
Andalusia. Kegiatan ini dikenal dengan Reconquest
atau Reconquesta, Muwahhidun
mendapat serangan yang besar dari pemimpin Castille, Alfonso VIII, dan berhasil
merebut beberapa wilayah starategis pemerintahan Islam pada masa Dinasti
Muwahhidun.
[4]P. M. Holt e.a,The Cambridge History of Islam Vol II,(New
York: Cambridge University Press,1970),hlm,428.
[5]Philip K. Hitti,History of The Arabs; From The Earliest
Times to The Present trj. R. Cecep
Lukman Hakim dan Dedi Slamet Riyadi,(Jakarta: Serambi Ilmu
Semesta,2010),hlm,698.
[6]Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi Peradaban Islam Vol.IX;
Andalusia,(Jakarta: Tazkia Publishing,2012),hlm,151. Bandingkan dengan P.K
Hitti menuliskan hanya 1000 orang tentara Islam yang berhasil lolos dari
sekitar 600.000 tentara yang berusaha melarikan diri.
[7] Philip K. Hitti,History,hlm,698.
[8] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,152.
[9] Philip K. Hitti,History,hlm,698.
[10] W. Montgomerry Watt and Pierre
Cachia,A History of Islamic Spain,(Edinburgh:
Edinburgh University Press,1965),hlm,111.
[11] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,428.
[12] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,152.
[13]W. Montgomerry Watt and Pierre
Cachia,A History,hlm,111.
[14] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,152.
[15] M. Abdul Karim,Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,(Yogyakarta:
Bagaskara,2007),hlm,244.
[16] Philip K. Hitti,History,hlm,698.
[17] Masudul Hasan,History,hlm,65.
[18] Philip K. Hitti,History,hlm,699.
[19] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[20] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,429. Masudul Hasan
berpendapat bahwa Dinasti Nasrid berkuasan selama 262 tahun sejak 1230 hingga
1349 M, mungkin terjadi salah penulisan tahun dalam buku ini,Masudul Hasan,History,hlm,68.
[21] Philip K. Hitti,History,hlm,698. Dinasti Nasriyah mengaku
sebagai keturunan Sa’ad bin Ubadah, kepala suku Kharaz dan salah seorang
sahabat Rasulullah. Suku Kharaz
merupakan salah satu suku Arab Qahtan, yang berasal dari wilayah selatan
Semenanjung Arab. Silsilahnya dapat
diruntut dari nenek moyangnya yaitu Yȗsul al-Ahmar bin Muhammad
bin Ahmad bin Muhammad bin Khamees bin Nasr bin Muhammad
bin Nusair bin Alȋ bin Yahyâ bin Sa’d bin
Qais bin Sa’d bin Ubâdah bin Dulaim bin Hâritsah bin Abȋ Hâzimah bin Tsa’labah bin
Târif bin al-Khazraj bin Sâ’idah bin Ka’b bin al-Khajraz bin Hâritsah
bin Tsa’labah bin Amr bin Âmir bin Hâritsah bin Imri al-Qais bin Tsa’labah
bin Mâzin bin Al-Azd bin Al-Ghauts bin Nabt bin Mâlik bin Zaid bin Kahlân bin
Saba’ bin Yasyjub bin Ya’rub bin Qahtân. Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,160.
[22] C.E Boswort,The Islamic Dynasties trj. Ilyas Hasan,(Bandung:
Mizan,1993),hlm,39.
[23] W. Montgomerry Watt and Pierre
Cachia,A History,hlm,111.
[24] Philip K. Hitti,History,hlm,698.
[25] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,429.
[26] Philip K. Hitti,History,hlm,699.
[27] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[28] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,156.
[29] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[30] Philip K. Hitti,History,hlm,699.
[31] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[32] W. Montgomerry Watt and Pierre
Cachia,A History,hlm,111.
[33] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,157.
[34] Masudul Hasan,History,hlm,68
[35] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,429
[36] Merupakan persatuan suku-suku di
Afrika yang menguasai bekas wilayah Muwahhidun di Maroko. Dinasti Marinid juga
berusaha merebut kembali bekas wilayah Muwahhidun di Semenanjung Iberia.
[37] C.E Boswort,The Islamic,hlm 41. Sebagian
menulis bahwa Perang ini dipimpin oleh Sancho IV , cucu Ferdinad, dan Alfonso
IV dari Portugal yang merupakan perang terakhir antara Kristen dan Muslim di
Semenanjung Iberia, Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,153.
[38] M. Abdul Karim,Sejarah,hlm,245.
[39] Masudul Hasan,History,hlm,68.
[40] P. M. Holt e.a,The Cambridge,hlm,430.
[41] Masudul Hasan,History,hlm,69.
[42] Philip K. Hitti,History,hlm,699.
[43] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,157.
[44] Philip K. Hitti,History,hlm,700.
[45] C.E Boswort,The Islamic,hlm 41.
[46] W. Montgomerry Watt and Pierre
Cachia,A History,hlm,155-156
[47] C.E Boswort,The Islamic,hlm 41.
[48] Philip K. Hitti,History,hlm,761-762.
[49] W. Montgomerry Watt and Pierre
Cachia,A History,hlm,163.
[50] Muhammad Safii Antonio dkk,Ensiklopedi,hlm,160.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar